Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artifak-artifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-peradaban awal semacam Babilonia, Yunani, Cina, India, dan Maya juga didapati telah melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan modern melalui penemuan teleskop.
Cukup banyak cabang-cabang ilmu yang pernah turut disertakan sebagai bagian dari astronomi, dan apabila diperhatikan, sifat cabang-cabang ini sangat beragam: dari astrometri, pelayaran berbasis angkasa, astronomi observasional, sampai dengan penyusunan kalender dan astrologi. Meski demikian, dewasa ini astronomi profesional dianggap identik dengan astrofisika.
Pada abad ke-20, astronomi profesional terbagi menjadi dua cabang: astronomi observasional dan astronomi teoretis. Yang pertama melibatkan pengumpulan data dari pengamatan atas benda-benda langit, yang kemudian akan dianalisis menggunakan prinsip-prinsip dasar fisika. Yang kedua terpusat pada upaya pengembangan model-model komputer/analitis guna menjelaskan sifat-sifat benda-benda langit serta fenomena-fenomena alam lainnya. Adapun kedua cabang ini bersifat komplementer — astronomi teoretis berusaha untuk menerangkan hasil-hasil pengamatan astronomi observasional, dan astronomi observasional kemudian akan mencoba untuk membuktikan kesimpulan yang dibuat oleh astronomi teoretis.
Astronom-astronom amatir telah dan terus berperan penting dalam banyak penemuan-penemuan astronomis, menjadikan astronomi salah satu dari hanya sedikit ilmu pengetahuan di mana tenaga amatir masih memegang peran aktif, terutama pada penemuan dan pengamatan fenomena-fenomena sementara.
Astronomi harus dibedakan dari astrologi, yang merupakan kepercayaan bahwa nasib dan urusan manusia berhubungan dengan letak benda-benda langit seperti bintang atau rasinya. Memang betul bahwa dua bidang ini memiliki asal-usul yang sama, namun pada saat ini keduanya sangat berbeda.[1]
Sejarah
Pada awalnya, astronomi hanya melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit yang terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge, peradaban-peradaban awal juga menyusun artifak-artifak yang diduga memiliki kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan musim, cuaca, dan iklim — sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok tanam — atau memahami panjang tahun.[8]Sebelum ditemukannya peralatan seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan atau dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya peradaban, terutama di Mesopotamia, Cina, Mesir, Yunani, India, dan Amerika Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan mengenai sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda langit dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk menjelaskan asal-usul Matahari, Bulan, dan Bumi. Bumi kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemaus).[9]
Dimulainya astronomi yang berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang Babilonia.[10] Mereka menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang teratur, disebut siklus saros.[11] Mengikuti jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya. Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa.[12] Pada abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak antara Bumi dan Bulan, dan kemudian mengajukan model Tata Surya yang heliosentris — pertama kalinya dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM, Hipparkhos berhasil menemukan gerak presesi, juga menghitung ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat alat-alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[13] Mayoritas penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020 bintang.[14] Mekanisme Antikythera yang terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer analog yang digunakan untuk menghitung letak Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang paling kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomi mulai bermunculan di Eropa.[15]
Di Eropa sendiri selama Abad Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi. Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[16][17][18] Pada tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan mencatatnya dalam Book of Fixed Stars (Kitab Suwar al-Kawakib).[19] Supernova SN 1006, ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah, berhasil diamati oleh astronom Mesir Ali bin Ridwan dan sekumpulan astronom Cina yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M). Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta astronom-astronom dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand. Melalui era inilah nama-nama bintang yang berdasarkan bahasa Arab diperkenalkan.[20][21] Reruntuhan-reruntuhan di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[22] juga kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium[23] — melemahkan keyakinan sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan astronomis di daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[24][25][26][27]
Revolusi ilmiah
Pada Zaman Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris, model yang kemudian dibela dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi oleh Galileo dan Kepler. Galileo berinovasi dengan teleskop guna mempertajam pengamatan astronomis, sedang Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun secara tepat dan mendetail pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya.[28] Meski demikian, ia gagal memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia tuliskan, sampai akhirnya Newton (yang juga menemukan teleskop refleksi untuk pengamatan langit) menjelaskannya melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[29][28]Seiring dengan semakin baiknya ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula penemuan-penemuan lebih lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini Lacaille berhasil mengembangkan katalog-katalog bintang yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan oleh astronom Jerman-Inggris Herschel dengan memproduksi katalog-katalog nebula dan gugusan. Pada tahun 1781 ia menemukan planet Uranus, planet pertama yang ditemui di luar planet-planet klasik.[30] Pengukuran jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan pada 1838 oleh Bessel, yang pada saat itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61 Cygni.[31]
Abad ke-18 sampai abad ke-19 pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga-badan oleh Euler, Clairaut, dan D'Alembert; penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih tepat untuk pergerakan Bulan dan planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan untuk memperkirakan massa planet dan satelit lewat perturbasi/usikannya.[32] Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian mendorong kemajuan penelitian lagi: pada 1814-1815, Fraunhoffer menemukan lebih kurang 600 pita spektrum pada Matahari, dan pada 1859 Kirchhoff akhirnya bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatribusikannya pada keberadaan unsur-unsur. Pada masa ini bintang-bintang dikonfirmasikan sebagai Matahari-matahari lain yang lebih jauh letaknya, namun dengan perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[20]
Baru pada abad ke-20 Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada) bisa dibuktikan sebagai kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok bintang lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang sama disimpulkan pula bahwa ada galaksi-galaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus mengembang, sebab galaksi-galaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita.[33] Astronomi modern juga menemukan dan berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksi-galaksi radio, lubang hitam, dan bintang neutron. Kosmologi fisik maju dengan pesat sepanjang abad ini: model Dentuman Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh bukti-bukti astronomis dan fisika yang kuat (antara lain radiasi CMB, hukum Hubble, dan ketersediaan kosmologis unsur-unsur).
No comments:
Post a Comment