Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk di bangku
perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan
mudah dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku
perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu
dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat sederhana dan
rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu jarak antara perguruan
tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil angkot minimal lima
kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di
bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak
tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA.
Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua
itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya
harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan
biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya
diceritakan di hadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana
menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan
kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan
alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie
bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa
dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua
orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh
di kampung itu.
“Arie..” sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian
untuk dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti.
Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan
bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya.
Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena
Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie
memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di
rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya
yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan
mempunyai beberapa usaha dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah
surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie
sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang
sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering
berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga
anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah
berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda.
Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari
istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan
ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia
masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada
diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas manusia,
Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya
ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan
ramah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan
di bajunya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
“Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu,” jawab satpam yang bernama Asep.
“Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?”
“Bapak Budiman yang mana Dik,” tegas satpam Asep, karena melihat suatu
keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang
baru berumur dua puluh tahunan.
“Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena
sebetulnya Arie juga belum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya
itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
“Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,”
tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa
pemiliknya.
“Adik ini siapa,” tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
“Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang.”
“Keponakan,” tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie
sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. “Arie.. Apa masih
ingat sama Bapak,” kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang
baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
“Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak,” kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, “Saya yang dulu sering mancing
bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun.”
Arie jadi bingung, “Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun.”
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui
selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman.
Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om
Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang
keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di
belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi
dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang
lebih baru berumur 35 tahun.
“Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia
tidak dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk
urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik
Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan
dulu,” sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena
ketakutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung
berkomentar, “Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada
masalah,” tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan
kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan
uang sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang
berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan
sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi
dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai
keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya.
Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah
membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie
dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja
duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah
terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman.
Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk
perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa
waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang
dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju
ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah
pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak
kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat mengah
dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan
halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama
megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai
pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang
didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada
di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan
istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman.
Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua
barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang
Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang
tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang
ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah
Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi
Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum
menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu
menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
“Tante sudah menunggu dari tadi Arie,” bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
“Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa”, lanjut Tante Rani yang pada
waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik
dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh
perhatian.
“Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu
bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk.”
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah
lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala
pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu
memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah
tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan
gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik
CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie
pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira
35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Yuni,” kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah.
Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah
itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah.
Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni. Mendapat
teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karena nantinya ada
teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat
dikerjakan sendiri. “Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak.” Mendapat
pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang memberikan
penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik
kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat
cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah
besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar
keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur
badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pada Yuni
yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh
Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni.
Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar
mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie
memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan
dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie melihat-lihat
pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi
sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk
istrinya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang
rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai
sekarang belum dikeruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om
Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam
spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om
Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan
Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie
berdiri. Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya
sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya
berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante
Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena
kebiasaan itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang.
Tapi yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani
mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu
Arie kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan.
Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat
bercinta dengannya.
Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia
tidak mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering
menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam
kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani
dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang
kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini
baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok
mobil agak terbuka sehingga rok mininya melorot ke bawah. Arie dengan
jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante
Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah
ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai
tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak
segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu
pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil
berkata, “Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante,” Tante Rani hanya
berkata, “Arie, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan,
masa Arie tidak kasihan sama Tante.” Tangan Tante Rani dengan berani
membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar.
Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu
menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada perlawanan,
akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula
sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat
Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila ada PR yang
sulit Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan
kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie.
Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan
tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan
itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang
menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang
mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni
membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, “Mangkanya,
kalau masuk kamar ketok pintu dulu,” goda Arie sambil menggunakan celana
pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang
kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih
dan berbulu-bulu kecil. “Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana
yah,” tanya Yuni.
“Belum,” jawab Arie menggoda Yuni.
“Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie
mengerjakan PR,” rengek Yuni sambil tangan kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk
diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, “Ini apa Kak, kok
kenyal.” Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin menengang dan
dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu
meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang
betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang
setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan
badannya. Arie kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari
karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie kembali
digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang
menutupi wajahnya dan terlihat Arie sudah memakai celana pendek. “Nah,
gitu dong pake celana,” kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang
menempel di susu kecil Yuni. “Udah dong meluknya,” rintih Yuni sambil
memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa
tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak
merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya
saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan
bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar
tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan
pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan
memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu
Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga
celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan
jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah
seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya
agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah
hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta
soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti
bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan
Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira.
Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk
membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat
dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang
kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang
berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie
menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering
bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat
dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas
hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie
naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang
kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang
terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie
semakin kalang kabut ketika Yuni mengerak-gerakkan badan ke belakang
yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan
pura-pura tidak sadar Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus
oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin
bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah.”
Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di
batang kemaluan Arie. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil
terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Arie sambil terus merapatkan batang
kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih.
Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah
badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie
semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata
Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti
itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit
kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu,
ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar
ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Yuni manja agresif
menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus
menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa-
apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia
seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun.
“Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain
harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi Arie dibagi dua yang satu terus
mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan
Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya
lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan
Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh
paha Arie.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya
sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak
tahan dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika
Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah
Arie, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Arie,” sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie
erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu.
Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung
memeluk Yuni berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah
Arie. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata,
“Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan.” Berbagai alasan Arie
lontarkan agar Yuni tetap mau di peluk dan akhirnya akibat
gesekan-gesekan batang kemaluan Arie bergerak-gerak seperti akan ada
yang keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Arie
sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil
mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang
barusan saya lakukan,” guman Arie dalam hati sambil terus memengang
batang kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar
tidak terlalu tegang. “Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati
kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura
memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan
saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum
terangsang.”
Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau
enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang
terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia
memperkosa Yuni.
Ketegangan batang kemaluan Arie terus bertambah besar tidak mau
mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan
Arie keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani
masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang
dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan
rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan
tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat
dengan jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang
indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di
sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
“Kamu kenapa belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Arie.
“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan
keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja
memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Arie yang sudah sangat
terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Arie.”
“Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu,” jawab Arie sambil
terus menahan gejolak nafsunya yang sudah diluar batas normal ditambah
lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin
menegang tidak tentu arah.
“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Arie mengisi perbincangan.
“Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari
semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin
dilakukannya dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya
digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh
Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang
putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan
kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari
ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi
siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana
dalam. Kemaluannya yang
ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante
Rani terus menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada
yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi
dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
“Kamu kenapa Arie,” tanya Tante Rani yang melihat wajah Arie keluar keringat dingin.
“Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek,” balas Arie sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja
tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan
jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Arie
semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk
meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar
pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan
kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk
mencari udara segar.” Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani
hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku
dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di
pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil
terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau
tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia
mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Arie
terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun.
Arie mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak
dikunci dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang
sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya
leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung
dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang
bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum
batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri
terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih
kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri terus mengulum batang
kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan
celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus
mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok
di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna
hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin
mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena
melihat suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan
jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu
membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri
yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di
samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang
dan pantatnya diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir
kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air
ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Dengan kaki yang ada di
pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang
kemaluan suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap bertempur.
Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang
kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang
tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus
meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang
beradunya batang kemaluan Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa
cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering
dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie
semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani
memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu
bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya.
“Tante, kapan Tante datang”, suara Arie perlahan karena takut
ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak
Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah
sambil tangannya menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak
tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi
diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil
kepalanya ada seputar pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanannya
menyentuh batang kemaluan Arie yang sudah menegang.
“Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi
panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya.
Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan
kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante
ini, juga kena marah.” Tante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak
sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus
digesek-gesek ke batang kemaluan Arie. “Tante tahu kamu sekarang sudah
besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura
tidak mau,” goda Tante Rani, “Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini,
kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi,” nasehat-nasehat itu terus
terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya
digesek-gesekkan pada batang kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi
dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. “Tante
jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau
oom sampai tahu.” Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum,
“Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya.”
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan
kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat
sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang
terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani
terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi
sehingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batinnya
mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya
yang selama ini baik dan selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa
disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga
kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi
kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani
membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan
kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Arie dengan sangat
lembut dan penuh kasih sayang. “Aduh punya kamu ternyata besar juga,”
bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Arie
dengan kedua tangannya. “Masa kamu tega sama Tante dengan tidak
memberikan reaksi apa pun Riee,” bisik Tante Rani dengan nafas yang
berat. Mendengar ejekan itu hati Arie semakin berontak dan rasanya ingin
menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktikan pada
tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie
dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang
tersengat setrum ribuan volt. “Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa
Tante dengan begini… ayo dong gerakin tanganmu.” Kata-kata itu terlontar
sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Arie semakin berani menyentuh
pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tapi ingin karena sudah
sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba
pantatnya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin menggila
dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama
dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari
sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendapat serangan yang sangat
berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga
posisi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tantenya yang
tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas
pinggulnya dan kemaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil
sofa itu. “Ahkkk, nikmat..” Tantenya mengerang sambil terus merapatkan
bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara
waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. “Arie… Tante sudah
tidak tahan lagi nich..” diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh
tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang
kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi
batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante nikmat sekalii…” erang tantenya semakin
menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang.
“Aduuh Rieee.. terus tekan-tekan pantat Tante..” desah Tante Rani sambil
terus menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie
meraba kemaluan tantenya, ternyata kemaluan Tante Rani sudah basah oleh
cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. “Ariee… nah itu
terus Riee.. terus..” erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya
mengulum batang kemaluan Arie.
“Kamu kok kuat sekali Riee,” bisik tante rRni dengan nafas yang
terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani
setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum
mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, “Belum tahu dia, ini
belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti
dengan bantal yang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah
dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras.”
Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin
bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri
sambil berusaha membuka baju Arie yang masih melekat di badannya. “Buka
yaa Sayang bajunya,” pinta Tante Rani sambil membuka baju Arie perlahan
namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana
pendek Arie agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja
memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yang
telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang
merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak
membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi
ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih dengan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani
dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya
bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan terus mengulumnya
seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah.
Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek
payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie
mengerang kuat sambil berkata, “Aduh Tante.. terus Tante..” Mendengar
erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya.
Melihat Arie yang akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi
semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga
warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang
kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie
menahan nikmat yang tiada tara sambil berkata, “Terus Tante.. terus
Tante..”, Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam
batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut
Tante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante
Rani kegirangan dan langsung menelannya dan menjilat semua yang ada di
dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie meraung-raung kenikmatan.
Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila
sperma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan
semakin nikmat dan semakin membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedot
batang kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp…, slurp…, akibat
sedotannya. Setelah puas menjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang
kemaluan Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie
dengan mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante
Rani bangkit sambil berkata, “Gila kamu Rieee.. kamu masih menantang
tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih
menantangnya.” Mendengar tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan
terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sambil mengarahkan liang
kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan
batang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu
memberikan ciuman yang sangat mesra dan Arie pun membalasnya dengan
hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka
saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila
sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang
kemaluan Arie sekarang tergeser ke belangkang sehingga batang kemaluan
Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah basah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. “Aduuh Tante…”
sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. “Clepp…” suara
yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti
Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu
perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani
dipejamkan sambil terus mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang
kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan semua batang kemaluan Arie.
Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
“Arieee…” rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang
senggamanya telah melahap semua batang kemaluan Arie. Tante Rani diam
untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah
terkubur di dalam liang kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat lagi… Sayang..” desah Tante Rani sambil
menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut
tantenya terus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri
dan ke kanan. Mendapatkan permainan itu Arie mendesir, “Aduh Tante…
terus Tante..” mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan
pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara
batang kemaluan Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat,
mengikat batang kemaluan Arie dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya
tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jauh lebih
besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan pantatnya semakin liar dan Arie mendekap tubuh tantenya
dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran keringat telah
berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie
menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, “Prut.. prat.. pret..”
Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin
liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali
Tante Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang
terhalang oleh batang kemaluan Arie. Tante Rani mengerang kenikmatan
yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan ketika
Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. “Arieee…” suara Tante Rani
bergetar, “Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaaah”.
“Iya Tante…” jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya
mengetahui, “Kamu mau keluar yaaa.” Arie merangkul Tante Rani dengan
kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang
kewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak
membuat ia melupakan gigitannya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil
terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar dengan keras, “Tanteee..
Tanteee..” dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, “Rieee…”. Sambil
keduanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang
kemaluan dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membuat
hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang senggama Tante
Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar
panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi
Tante Rani duduk di pangkuan Arie. Tante Rani tersenyum, “Kamu hebat
Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu lebih besar dari
suaminya dan sangat menggairahkan.”
“Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tante dari dulu ya, tapi kamu
berusaha mengelaknya yaa..” goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum di
goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima
menit batang kemaluan Arie yang sudah mengeluarkan lahar panas
bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit
sambil melihat batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang
mengecil, Tante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila
batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat
batang kemaluan Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu,
tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya
dan ternyata setelah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau
berdiri lagi.
“Aduh untung batang kemaluanmu Rieee… tidak hidup lagi,” bisik Tante
Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, “Soalnya kalau masih berdiri,
Tante sudah tidak kuat Rieee” lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di
sebelah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke
atas dan masuk kamar-masing-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah
kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya
terus saja melek. Akhirnya Arie jalan-jalan di taman untuk mengisi
kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dapat
diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah.
Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu
tidak dilakukannya karena badannya terasa masih lemas akibat pertarungan
tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju kolam, tidak dibanyangkan sebelumnya
ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan
celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan
Arie. Tante Rani mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata,
“Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya.” Mendapat jawaban itu, Tante
Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tidak
menggunakan celana renang. “Sudahlah pakai celana dalam aja,” pinta
Tante Rani. Tantenya yang terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya
iapun membuka baju dan celana pendeknya yang tinggal melekat hanya
celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru menempel rapat menutupi batang kemaluan Arie
yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan oleh Arie
sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke
wajah Arie. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi
kejaran Arie yang ingin membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling
mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Tante
Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan
Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.
“Udah akh Arie.. Tante capek,” seru mesra Tante Rani sambil
membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan
kolam renang. “Kamu tidak kuliah Rieee,” tanya Tante Rani. “Tidak,”
jawab Arie pendek sambil meraba bukit kemaluan Tante Rani. Terkena
rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang
sangat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan
pergi menjauhi Arie. Mendapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin
menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya
tertangkap juga. “Sudah ah… Tante sekarang mau ke kantor dulu,” kata
Tante Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat
Arie yang celana dalamnya telah melorot di antara kedua kakinya dengan
batang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. “Kamu tidak sadar
Arie, celana dalammu sudah ada di bawah lutut..” Mendengar itu Arie
langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya
tersenyum. “Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak
bisa membantumu karena Tante harus sudah pergi,” kata Tante Rani sambil
meraba batang kemaluan Arie yang sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. “Akhh, Tante masa tidak punya
waktu hanya beberapa menit saja,” kata Arie sambil tangannya berusaha
membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan
itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata,
“Iyaaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang
lain bisa gawat.”
Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul
Arie. Batang kemaluan Arie langsung masuk ke dalam liang kewanitaan
Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya
menempel di pundak Arie. Beberapa detik kemudian, setelah liang
kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Arie dan
dirasakannya batang kemaluan Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya
dengan cepat dan langsung mendorong Arie sambil pergi dan terseyum manis
meninggalkan Arie yang tampak kebingungan dengan batang kemaluannya
yang sedang menegang.
Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante
Rani, dan ia berjanji kalau ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya
sampai ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan kolam
itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi
basah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan
sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya
ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat
akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan
handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi.
“Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni.
“Masuk Kak Ariee, tidak dikunci.” balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut
dengan tangannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini
baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tadi malam antara kakaknya
dengan Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang
selama ini diidam-idamkan oleh setiap manusia.
“Ada apa Kak Arie,” kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup
badannya dengan selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik
memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tadi malam karena
melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. “Anu Yuni.. Kakak
mau ikut mandi karena kamar mandi Arie airnya tidak keluar.” Memang
Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tapi yang
diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara
selangkangannya yang kelihatan mencuat.
Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam
lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan
menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun
langsung memperlihatkannya sambil memengang batang kemaluannya, “Ini
namanya penis.. Sayang,” kata Arie yang langsung menuju kamar mandi
karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie yang sedang menegang itu Yuni
membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya.
Keringat dingin keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang
kemaluan Arie dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya
juga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi
sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat
dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya .Dengan
beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie.
Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. “Kamu
juga mau mandi Yun,” kata Arie sambil mencubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil
melihat batang kemaluan Arie yang masih mengeras. “Kak boleh nggak Yuni
mengelus-elus barang itu,” bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari
manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal,
ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan mendapatkan
hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui
akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan
batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengelus-elusnya.
Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu
sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti meremas pisang
dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan.
“Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya
patah.” Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya
untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni
dituntunnya untuk meraba batang kemaluan Arie dengan halus lalu batang
kemaluan Arie didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya
menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk
mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengulumnya seperti mengulum
permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia
mengulum kepala batang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang
kemaluan Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni
terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya
terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa
diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Arie. Melihat
kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung
mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar
mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh
Arie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa
liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan
penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung
tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium
oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan
lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni sangat
menikmatinya apalagi Arie yang bisa dikatakan telah dilatih oleh
kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan
nafas. “Pek.. pek..” suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat
Arie semakin terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus
memagutnya. Tangan Arie dengan terampil telah membuka daster putih yang
dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar
duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu.
Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie
dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie
sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas
tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih
melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni,
Arie pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni
dilanjutkan menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari
mulut Yuni. “Auuu…” sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie
semakin bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang
dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan
Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit
kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit
kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh
bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie.
Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni
terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan
kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan
membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya
tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah.
Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit
wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni
hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali
didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang
kemaluannya yang sudah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni
agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai
dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi
ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah
oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas.
Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit
kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni
menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya
tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya
terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di
bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Arie
kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya.
Melihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan
mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan
lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi
dari mulut Yuni. “Aduhh… Kaak…” erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie
dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang
kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya
perlahan dan ketika kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni.
Yuni mengerang kesakitan, “Kak.. aduh sakit, Kak…”
Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di
dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman
bibir Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus
digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan
rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat
kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang
senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah
nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni,
tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang
kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie kembali berusaha
memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. “Aduh.. aduh..
aduh.. Kak,” Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. “Kamu
sakit Yuni,” bisik Arie di telinga Yuni. “Nggak tahu Kaak ini bukan
seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat..”
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya
sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang
senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni
hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan
Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie.
Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat.
“Aduhhh…” dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat
merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit
kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang
keluar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu
memasukkan semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni.
Dengan satu kali hentakan. “Preeet…” Yuni melotot menahan kesakitan yang
bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan
Arie. “Auh.. auh.. auh..” suara itu keluar dari mulut kecil Yuni
setelah seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan
Yuni. “Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas,” kata Yuni sambil menahan
rasa nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan
tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni
seperti pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh
Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali
ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. “Yuni, sekarang
bagaimana badanmu,” kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai
menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. “Udah agak enakan
Kak,” balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan
ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan
goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan
Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh,
“Aduhhh…” Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya.
Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya
menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie
kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin
menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar paku itu putus.
Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan
batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni
terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil
itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis
kenikmatan sambil mengeram, “Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan
aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo
yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie
membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah
Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni
meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat
oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang
kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata
Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu
dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang
senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan
Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang
bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang
tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya
tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil
memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu
panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan
keluarnya sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati
lahar panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit,
Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk
Arie. Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam
liang kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul
mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening
Yuni. Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie
bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie
mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup
dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selamat
bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung
keluar dari kamar Yuni setelah Arie menggunakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan
menungging mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda
yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie langsung
meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil
menegurnya. “Tante sudah pulang,” tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan
tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk
mencari air putih. “Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan
dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang,”
jawab Tante Rani sambil tersenyum. “Bagaimana sekarang Arie burungnya,
sudah mendapatkan sarang yang baru ya..” Mendapat ejekan itu, Arie
langsung kaget. “Ah Tante, mau cari sangkar di mana,” jawab Arie
mengelak. “Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah
mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau
tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa
kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante.”
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti
yang dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan
kecupan yang mesra kepada Arie sambil meraba batang kemaluan Arie yang
sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah
tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. “Pasti adikku dibuatnya KO
sama kamu yaa… Buktinya burung kamu tidak mau berdiri,” goda Tante Rani.
“Ahh nggak Tante, biasa saja kok.”
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti agar menikahi
adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan
pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan
tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.
No comments:
Post a Comment