Cerita Panas.Namaku Andra, sebut saja Andra ****
(edited). Aku kuliah di sebuah PTS di Bandung sebuah kota metropolis
yang gemerlap, yang identik dengan kehidupan malamnya. Di tengah
kuliahku yang padat
dan sibuk, aku mempunyai suatu pengalaman yang tak akan kulupakan pada waktu aku
masih semester satu
dan
masih berdampak sampai sekarang. Latar belakangku adalah dari keluarga
baik-baik, kami tinggal di sebuah perumahan di kawasan ****** (edited)
di Bandung. Sebagai mahasiswa baru aku termasuk aktif mengikuti kegiatan
kemahasiswaan, kebetulan aku menyukai kegiatan outdoor ataupun alam
bebas. Aku memang mewarisi bakat ayahku yang merupakan seorang pemburu
yang handal, hal inilah yang membuat darah petualangku menggelora.
Memasuki pertengahan semester aku mulai kenal dan akrab dengan seorang
cewek,
sebut saja namanya Ema. Aku tertarik padanya karena ia orangnya juga
menyukai kegiatan alam bebas, berburu misalnya. Awalnya sih aku agak
heran juga kenapa cewek cantik seperti dia suka “mengokang” senapan yang
notabene berat dan kemudian menguliti binatang hasil buruannya dengan
beringas. Hemmm… kegaranganya bak macan betina inilah yang aku sukai,
aku suka melihat buah dadanya yang menantang dibalut baju pemburu yang
ketat dan kebiasaannya menggigit bibir bawahnya ketika mengokang
senapan. Bibir merah yang seksi itu sering mengundang gairahku. Karena
ada kecocokan, kami akhirnya jadian juga dan resmi pacaran tepatnya pada
waktu akhir semester pertama. Kami berdua termasuk pasangan yang
serasi, apa mau dikata
lagi
tubuhku yang tinggi tegap dapat mengimbangi parasnya yang langsing dan
padat. Pacaran kami pada awalnya normal-normal saja, yahhh.. sebatas
ciuman saja biasa kan? Dan aku melihat bahwa Ema itu orangnya
blak-blakan kok.
Semuanya berubah setelah pengalamanku di sebuah
panti
pijat. Hari itu Minggu 12 April 1999 aku masih ingat betul hari itu,
aku dan ayahku berburu di sebuah gunung di daerah Jatiluhur tentu saja
setelah berburu seharian badan terasa capai dan lemah. Malamnya aku
memutuskan untuk mencari sebuah panti pijat di Bandung, dengan
mengendarai Land Rover-ku aku mulai menyusuri kota Bandung. Dan akhirnya
tempat itu kutemukan juga, aku masuk dan langsung menemui seorang gadis
di meja depan dan aku dipersilakan duduk dulu. Tak lama kemudian
muncullah seorang gadis yang berpakaian layaknya baby sitter dengan
warna putih ketat dan rok setinggi lutut. Wuahh… cantik juga dia, dan
pasti juga merangsang libidoku. Dengan ramah ia mempersilakan aku masuk
ke ruang pijat, ruangan selebar 4×4 dengan satu ranjang dan sebuah kipas
angin menggantung di atasnya. “Bajunya dibuka dulu ya Bang…” katanya
dengan tersenyum manis, “OK lahh..” sambutku dengan semangat. “Tapi
kipasnya
jangan
dinyalain yah, dingin nih..” dia pun mengangguk tanda paham akan
keinginanku. Kubuka sweaterku dan aku pun berbaring, aku memang sengaja
tidak memakai t-shirt malam itu. “Celananya sekalian dong Bang,”
katanya. “Emmm.. Lo yang bukain deh,
males
nih..” dia pun tersenyum dan agaknya memahami juga hasratku. “Ahh..
kamu manja deh,” katanya, dengan cekatan tangannya yang mulus dan lentik
itu pun mencopot sabuk di pinggangku kemudian melucuti celanaku. Wah
dia kelihatannya agak nafsu juga melihat tubuhku ketika hanya ber-CD,
terlihat “adik”-ku manis tersembul dengan gagahnya di dalam sarangnya.
“Eh.. ini dicopot sekalian ya? biar enak nanti mijitnya!”
“Wahhh… itu nanti aja deh, nanti malah berdiri lagi,” kataku setengah bercanda.
Lagi-lagi ia menyunggingkan senyum manisnya yang menawan. Kemudian aku
tengkurap, ia mulai memijitku dari punggung atas ke bawah.
“Wah.. pijitanmu enak ya?” pujiku.
“Nanti kamu akan merasakan yang lebih enak lagi,” jawabnya.
“Oooh jadi servis plus nih?” tanyaku.
“Mmm… buatmu aku senang melakukannya,” pijatannya semakin ke bawah dan
sekarang tangannya sedang menari di pinggangku, wah geli juga nih, dan
kemaluanku pun mulai “bereaksi kimia”.
“Eh.. balikkan badan dong!” pintanya.
“Ok.. ok..”
Aku langsung saja berbaring. Tentu saja batanganku yang ereksi berat terlihat semakin menggunung.
“Wahh.. belum-belum saja sudah ngaceng yaa..” godanya sambil tangannya
memegang kemaluanku dengan jarinya seakan mengukur besarnya.
“Habisnya kamu merangsang sihh..” kataku.
“Nah kalo begitu sekarang waktunya dicopot yah? biar enak itu punyamu, kan sakit kalau begitu,” pintanya.
“OK, copot aja sendiri,” aku memang udah nggak tahan lagi, abis udah ereksi penuh sih.
Dengan bersemangat gadis itu memelorotkan CD-ku, tentu saja
kemaluanku yang sudah berdiri tegak dan keras mengacung tepat di
mukanya.
“Ck.. ck.. ckk.. besar amat punyamu, berapa kali ini kamu latih tiap hari,” katanya sembari tertawa.
“Ah… emangnya aku suka ‘lojon’ apa…” jawabku.
Ia menyentuh kepala kemaluanku dengan penuh
nafsu, dan mengelusnya. Tentu saja aku kaget dan keenakan, habis baru pertama kali sih.
“Ahhh.. mau kau apakan adikku?” tanyaku.
“Tenanglah belum waktunya,” ia mengelusnya dengan lembut dan merabai juga kantong zakarku.
“Wah.. hh.. jangan berhenti dulu, aku mau keluar nih,” sergahku.
“Haha.. baru digitukan aja udah mau keluar, payah kamu,” ledeknya.
“Entar lagi lah, pijitin dulu badanku,” kataku.
“OK lah…”
Ia mulai mengambil minyak pijat dan memijat tangan dan dadaku. Wahhh ia
naik dan duduk di perutku. Sialan! belahan dadanya yang putih mulus pun
kelihatan, aku pun terbelalak memandangnya.
“Sialan! montok bener tetekmu,” dan tanganku pun mulai gerilya meraba
dan memeganginya, ia pun mengerjap, pijatannya pun otomatis terhenti.
Setelah agak lama aku merabai gunungnya ia pun turun dari perutku, ia
perlahan membuka kancing bajunya sampai turun ke bawah, sambil
menatapku dengan penuh nafsu. Ia sengaja mempermainkan perasaanku dengan
agak perlahan membuka bajunya.
“Cepatlahh.. ke sini, kasihan nih adikku udah menunggu lama…” aku sambil mengocok sendiri kemaluanku, habis nggak tahan sih.
“Eits… jangan!” ia memegang tanganku.
“Ini bagianku,” katanya sambil menuding adikku yang seakan mau meledak.
Tak lama ia kemudian mengambil minyak pijat dan mengoleskan ke kemaluanku.
“Ehmm… ahhh…” aku pun menggelinjang, namun ia tak peduli, malah tangannya semakin cekatan memainkan kemaluanku.
“Augghh… aku nggak tahan nihhh…”
Kemudian ia mulai menghisapnya seraya tangannya mengelus buah zakarku.
“Aduhhh… arghh.. aku mau keluar nihhh!”
Kemudian kemaluanku berdenyut dengan keras dan akhirnya “Croottt…”
maniku memancar dengan derasnya, ia terus mengocoknya seakan maniku
seakan dihabiskan oleh kocokannya.
“Aahhh…” aku melenguh panjang, badanku semua mengejang. Ia kelihatanya
suka cairanku, ia menjilatinya sampai bersih, aku pun lemas.
“Gimana… enak kan? tapi kamu payah deh baru digituin dikit aja udah ‘KO’,” godanya.
“Habbiss kamu gitukan sih, siapa tahannn…”
Ia memakluminya dan agaknya tahu kalau aku baru pertama kalinya.
“Tuh kan lemes, punyamu mengkerut lagi,” sambil ia memainkan kemaluanku yang sudah nggak berdaya lagi.
“Entar ya, nanti kukerasin lagi,” katanya.
“Hufff… OK lah,” kataku pasrah.
Dengan masih menggunakan bra dan CD ia mulai memijatku lagi. Kali ini
ia memijat pahaku dan terkadang ia menjilati kemaluanku yang sudah
lemas.
“Ihhh… lucu ya kalau sudah lemes, kecil!” ia mengejekku.
Aku yang merasa di-”KO”-nya diam saja. Sembari ia memijat pahaku, dadanya yang
montok kadang juga menggesek kakiku, wahhh kenyal sekali!
“Kenapa liat-liat, napsu ya ama punyaku?” katanya.
“Wahhh, bisa-bisa adikku terusik lagi nih,” jawabku.
Aku sambil mengelus dan mengocok sendiri kemaluanku sembari melihat geliat gadis itu memijatku.
“Wah dasar tukang coli kamu…” serangnya.
“Biar aja, akan kubuktikan kalo aku mampu bangkit lagi dan meng-’KO’ kamu,” kataku dengan semangat.
Benar juga kemaluanku yang tadinya tidur dan lemas lambat laun mulai naik dan mengeras.
“Tuh.. berdiri lagi,” katanya girang.
“Pasti!” kataku.
Aku tidak melewatkan kesempatan itu, segera kuraih tangannya dan aku segera menindihnya.
“Uhhh.. pelan dikit doong!” katanya.
“Biar aja, habis kamu napsuin sih…” kataku.
Dengan cepat aku melucuti BH dan CD-nya. Sekarang kelihatan semua gunung
kembarnya yang padat berisi dengan puting merahnya serta lubang
kemaluannya yang bagus dan merah. Langsung saja kujilati puncak
gunungnya dengan penuh nafsu, “Emmm.. nikmat, ayo terusin..” desahnya
membuatku berdebar. Kulihat tangannya mulai merabai kemaluannya sendiri
sehingga kelihatan basah sekarang. Tandanya ia mulai bernafsu berat, aku
pun mengambil alih tangannya dan segera menjulurkan lidahku dan
kumainkan di lubang kemaluannya yang lezat. Ia semakin menjadi,
desahannya semakin keras dan geliat tubuhnya bagaikan cacing, “Ahhh…
uhhh ayo lah puaskan aku…” ia pun mulai menggapai batang kemaluanku yang
sudah keras, “Ayolah masukkan!” tanpa basa-basi aku pun menancapkan
barangku ke lubang kemaluannya.
“Slep.. slepp!”
“Arghh… ihhh… ssshhh,” ia agak kaget rupanya menerima hujaman pusakaku yang besar itu.
“Uahhh.. ennakkk…” katanya.
Mulutnya megap-megap kelihatan seperti ikan yang kekurangan air, aku
pun semakin semangat memompanya. Tapi apa yang terjadi karena terlalu
bernafsunya aku tidak bisa mengontrol maniku. “Heggh… hegghh… ahhh,
ehmm… aku mau keluar lagi nihh!” kataku.
“Sshhh… ahhh ah… payah lo, gue tanggung ni… entar donk!”
“Aku sudah tidak tahan lagii…”
Tak lama kemudian batang kemaluanku berdenyut kencang.
“Aaaku keluarrr…” erangku.
“Ehhh… cepat cabut!” sergapnya.
Aku pun mencabut batang kemaluanku dan ia pun segera menghisapnya.
“Ahhh… shhh…!”
“Crot… crottt… crottt” memancar dengan derasnya maniku memenuhi mulutnya
dan berceceran juga di gunung kembarnya yang masih tegang.
“Ugghh…” aku pun langsung tumbang lemas.
“Aduh… gimana sih, aku nanggung nihh… loyo kamu.”
Aku sudah tidak bisa berkata lagi, dengan agak sewot ia berdiri.
“Ahhh… kamu menghabiskan cairanku yaaa.. lemes nihh,” kataku.
“Udah lahh.. aku pergi,” katanya sewot.
“Ya udah sana… thanks ya Sayang…” ia pun berlalu sambil tersenyum.
Pengalaman malam itu seakan telah merubah pandanganku tentang cewek.
Aku berpikir semua cewek adalah penyuka seks dan penyuka akan kemaluan
lelaki. Atas dasar itulah kejadian ini terjadi. Siang itu aku bertemu
sama pacarku.
“Ehhh.. abis ngapain kamu Ndra? kok kelihatanya lemes amat? sakit yah…” tanyanya.
“Ah nggak kok, kemaren abis berburu sama ayahku,” jawabku singkat.
“Ohh.. gitu ya,” ia kelihatannya mulai paham.
Memang siang itu mukaku kelihatan kusut, sayu dan acak-acakan. Pokoknya
kelihatan sekali deh kalau orang habis ML jor-joran, tapi kelihatannya
“Yayang”-ku tidak curiga.
“Eh besok hari Rabu kan kita nggak kuliah,” katanya.
“Iya memang enggak..” jawabku.
“Kita berenang yuk?” ajaknya.
“Emm… OK jadi!” jawabku mantap.
Yayangku memang hobi berenang sih, jadi ya OK saja deh. Karena hari itu
sudah sore, waktu menunjukkan pukul 04:55, aku segera menggandeng tangan
Ema, “Ayo lah kita pulang, yok kuantar..” dia pun menurut sambil
memeluk tanganku di dadanya.
Malamnya aku tidak bisa tidur, gadis pemijat itu pun masih berputar
di otakku dan tidak mau pergi. Bayangan-bayangan gerakan tangannya yang
luwes serta hisapan kenikmatan yang kurasakan waktu itu tidak bisa
dilupakan begitu saja dari benakku, “Sialan! bikin konak aja luh…”
gerutuku. Aku pun hanya gelisah dan tidak bisa tidur, karena kemaluanku
tegang terus. Aku pun berusaha melupakannya dengan memeluk guling dan
berusaha untuk tidur, tetapi hangat liang kemaluannya mencengkeram kuat
pusakaku masih saja menghantui pikiranku. “Ahhhh…aku nggak tahan nih…”
segera kucopot celana dan CD-ku, kuambil baby oil di meja, aku pun onani
ria dengan nikmatnya, “ahhh…” kugerakkan tanganku seolah menirukan
gerakan tangan gadis itu sambil membayangkan adegan demi adegan kemarin
malam itu. “Huff…” nafasku semakin memburu, gerakan tanganku semakin
cepat dibuatnya. Kurang lebih 5 menit kemudian “Crott!” tumpahlah cairan
maniku membasahi perut dan sprei sekitarku. Aku pun langsung tidur,
“Zzz..”
Paginya pukul 07:00 kakak perempuanku masuk ke kamar untuk
membangunkanku. Karena kamarku tidak dikunci, betapa terbelalaknya dia
ketika melihat aku tanpa celana tidur terlentang dan melihat batanganku
sudah berdiri dan di perutku terdapat bekas mani yang mengering.
“Andraaa… apa-apaan kau ini ha!” hardiknya, aku terkejut dan langsung
mengambil selimut untuk menutupi batangan kerasku yang menjulang.
“Eh … Kakak.. emm…” kataku gugup.
“Kamu ngapain ha…? sudah besar nggak tau malu huh..!”
Au cuek saja, malah aku langsung melepas selimut dan meraih celanaku sehingga kemaluanku yang tegang tampak lagi oleh kakakku.
“Iiihhh… nggak tau malu, barang gituan dipamerin,” ia bergidik.
“Biar aja… yang penting nikmat,” jawabku enteng, kakak perempuanku yang
satu ini memang blak-blakan juga sih. Ia menatapnya dengan santai,
kemudian matanya tertuju pada baby oil yang tergeletak di kasurku.
“Sialan… kamu memakai baby oil-ku yah? Dasarrr!”
Ia ngomel-ngomel dan berlalu, aku pun hanya tertawa cekikikan. “Brak!”
terdengar suara pintu dibanting olehnya, “Dasar perempuan! nggak boleh
liat cowok seneng,” gerutuku.
Aku pun dengan santainya keluar kamar dan sarapan sebelum mandi, kulihat kakak perempuanku sedang lihat TV.
“Eh… Kak minta sampoonya dan sabunnya dong!” pintaku.
“Ogah ah… entar kamu buat macam-macam, pokoknya nggak mau,” jawabnya ketus.
“Huhh.. weee!” aku mencibir.
Aku langsung saja mandi dan sarapan. Sekitar pukul 08:00 kustater
Land Rover kesayanganku dan langsung kupacu ke tempat Ema, mungkin ia
sudah menungguku. Benar juga sampai di depan pagar rumahnya ia sudah
menungguku di depan teras rumahnya.
“Haii… kok agak terlambat sih Say?” tanyanya.
“Eh… sori nih trouble dengan kakak perempuan,” dalihku.
“OK lah, mari kita berangkat!”
Kami pun langsung tancap menuju tempat tujuan kami yaitu kolam renang di
kawasan Cipanas. Yah, maklum saja itu hari Rabu maka perjalanan kami
lancar karena tidak terjebak macet. Kurang lebih 2 jam perjalanan santai
kami sampai di tempat tersebut.
“Eh.. yang sini sajalah, tempatnya enak loh,” pintanya.
“Baiklah Sayaang…” kataku.
Kami berdua langsung saja masuk.
“Yang, aku ganti dulu yah… kamu ikut nggak?” ajaknya.
“Yuk, sekalian saja aku juga mau ganti.”
Di kolam renang itu paling hanya terdapat segelintir orang yang sedang
berenang, karena tempat itu ramai biasanya pada hari Minggu.
“Emmm… kita ganti baju bersama saja yah? biar asyikk..” katanya.
Aku spontan menganggukkan kepalaku. Di dalam ruang ganti kami pun segera
meletakkan tas kami dan segera melepas baju, Yayangku ganti baju
terlebih dahulu. Ia mencopot dulu kaosnya, Ema memang penyuka kaos ketat
dan celana jins, melihatnya melepas kaosnya aku pun hanya terpaku tak
berkedip.
“Kenapa Sayang… ayolah lepas bajumu,” katanya sambil tersenyum.
“Habbis… aku suka memandangmu waktu begitu sih,” dan dia hanya tertawa kecil.
Aku pun segera mencopot t-shirtku dan celana panjangku dan cuma CD
yang kutinggalkan. Tanpa ragu-ragu aku pun memelorotkan CD-ku di depan
pacarku karena ingin ganti dengan celana renang, “Wahhh… Yayang ni..”
katanya sedikit terkejut. Rupanya ia agak kaget juga melihat batang
kemaluanku yang setengah ereksi.
“Kok tegang sih Say?” selidiknya manja.
“Habis kamu montok sih..” jawabku seraya memakai celana renang yang super ketat.
“Wahhh… hemmm,” goda pacarku ketika melihat kemaluanku tampak menyembul
besar di balik celana renang itu, dia itu memang asyik orangnya.
“Nahh… aku sudah beres,” kataku setelah memakai celana itu.
“Eh.. bantu aku dong!” dia tampaknya kesulitan melepas branya.
“Sini aku lepasin…” kataku.
Kemudian kulepaskan branya. Astaga, sepasang daging montok dan putih
terlihat jelas, hemmm spontan saja batang kemaluanku tegang dibuatnya.
“Ah… sayang, dadamu indah sekali,” kataku sambil berbisik di belakang telinganya.
Langsung saja ia kupeluk dari belakang dan kuciumi telinganya.
“Eeh.. kamu ingin ML di sini yah?” jawabnya sambil memegang tengkukku.
Aku tidak menjawab. Tanganku langsung bergerilya di kedua gunung
kembarnya, kuremas-remas dengan mesra dan kupelintir lembut putingnya
yang masih merah segar, “Ah… Sayang!” desahnya pendek, batang kemaluanku
yang sudah tegak kugesek-gesekkan di pantatnya, wahhh.. nikmat sekali,
dia masih memakai celana sih.
“Aduh… keras sekali, Yayang ngaceng yah…” godanya.
“Dah tau nanya.. hhh,” kataku terengah.
Buah dadanya semakin keras saja, rupanya ia mulai terangsang dengan remasanku dan ciumanku di telinganya.
“Ehhhmm… uhhh,” lenguhnya sambil memejamkan mata.
Melihat gelagat tersebut aku menurunkan tanganku ke ritsleting
celananya, kulepas kancingnya dan kupelorotkan ritsletingnya, ia agaknya
masih agak ragu juga, terbukti dengan memegang tanganku berupaya
menahan gerakan tanganku yang semakin nakal di daerah selangkanganya.
Tetapi dengan ciumanku yang membabi buta di daerah tengkuknya dan
remasanku yang semakin mesra, akhirnya tanganku dilepasnya, kelihatannya
ia sudah terangsang berat. Tanpa basa-basi tanganku langsung menelusup
ke CD-nya. Wahh… terasa bulu-bulu halus menumbuhi sekitar liang
kemaluannya. Kuraba klitorisnya, “Aghhh… oouhh.. sayang kamu nakal deh,”
dengusnya sambil mengerjap. Ia langsung membalikkan tubuhnya, memelukku
erat dan meraih bibirku, “Cupppp…” wah ia lihai juga melakukan French
Kiss. Dengan penuh nafsu ia melahap bibirku. Cewekku yang satu ini
memang binal seperti singa betina kalau sudah terangsang berat.
Agak lama kami ber-French Kiss ria, perlahan ia mulai menurunkan
kepalanya dan ganti memangsa leherku, “Aahhh… geli sayang,” kataku.
Rupanya debar jantungku yang menggelegar tak dirasakan olehnya. ia
langsung mendorongku ke tembok, dan ia pun menciumi dadaku yang bidang
dan berbulu tipis itu. “Wah… dadamu seksi yah…” katanya bernafsu.
Menjulurlah lidahnya menjilati dadaku “Slurrppp…” jilatan yang cepat dan
teratur tersebut tak kuasa menahan adikku kecil yang agak menyembul
keluar di balik celana renangku. Jilatannya semakin lama semakin turun
dan akhirnya sampai ke pusarku. Tangan pacarku kemudian merabai batang
kemaluanku yang sudah keras sekali. Aku pun sangat bernafsu sekali
karena mengingatkanku pada gadis panti pijat yang merabai lembut
kemaluanku. “Ahhh.. Sayang…” desahku tertahan. Dengan cekatan ia
memelorotkan celana renangku yang baru saja kupakai, alhasil batanganku
yang keras dan panjang pun mendongak gagah di depan mukanya.
“Ihh… gila punyamu Sayang…” katanya.
“Ema… hisap dong Sayang!” pintaku.
Ia agak ragu melakukan itu, maklum ia masih virgin sih. Ia belum
menuruti permintaanku, ia hanya mengocok pelan namun gerakan kocokannya
pun masih kaku, sangat berbeda dengan gadis pemijat tempo hari.
“Ssshhh… uahhh…” aku pun mendesah panjang menahan kenikmatanku.
“Sss… sayang hisap dong!”
Aku pun menarik kepalanya dan mendekatkan bibirnya yang mungil ke kepala kemaluanku, sekali lagi ia agak ragu membuka mulut.
“Aah… nggak mau Say, mana muat di mulutku…” jawabnya ragu.
“Egh… tenang saja sayang, pelan-pelan lah,”
Dia agaknya memahami gejolakku yang tak tertahan. Akhirnya ia
memegang batanganku dan menjulurkan lidahnya yang mungil menjilati
kepala kemaluanku.
“Slurpp… slurpp…” sejuk rasanya.
“Mmhhh… ahh, nah begitu Sayang… ayo teruss… ahh ssshh, buka mulutmu sayang.”
Ia masih saja menjilati kepala dan leher kemaluanku yang mengacung
menantang langit, lama-lama ia pandai juga menyenangkan lelaki,
jilatannya semakin berani dan menjalar ke kantong semarku. “Ih… bau nih
sayang.. tadi nggak mandi ya?” katanya menggoda ketika menjilati buah
zakarku yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aku memang merawat khusus adikku
yang satu ini. “Ihh.. nggak lah sayang, kan yang penting nikmat,”
kataku tertahan. Mulut mungil Ema perlahan membuka, aku pun membimbing
batang kemluanku masuk ke mulutnya. “Mmhh.. eghh…” terdengar suara itu
dari mulut Ema ketika batangku masuk, tampaknya ia menikmatinya. Ia pun
mulai menghisapnya dengan bernafsu.
“Slerpp.. cep..”
“Ahhh… mmmm.. oohhh…” desahku penuh kenikmatan.
“Mmmhh… sayang, nikmatttt sekali…” gumamku tidak jelas.
Setelah agak lama, aku pun menarik kemaluanku dari mulut Ema. Segera
kubopong tubuhnya ke bangku panjang di dalam ruang ganti. Kurebahkan
badannya yang lencir dan montok di sana, dengan keadaan pusakaku yang
masih mengacung, kupelorotkan celana jins Ema dengan penuh nafsu,
“Syuutt…” dan tak lupa CD-nya. Ia pun tampaknya pasrah dan menikmatinya
karena tangannya merabai sendiri puting susunya.
Kemudian tampaklah lubang kemaluannya yang merah dan basah, aku pun
segera mendekatkan kepalaku dan… “Slurp,” lidahku kujulurkan ke
klitorisnya.
“Hemmm… slurp…”
“Aachhh… uhhh!” desahnya panjang menahan kenikmatan yang dirasakan
tarian lidahku di kemaluannya yang sangat lincah, makanya Ema mati
keenakan dibuatnya.
“Sssh… sshhss…” desisnya bagaikan ular kobra.
“Andraaa… aku nggak tahan lagiii…” ia menggeliat tak karuan.
“Akuuu… nyampai nihhh…”
Jilatanku semakin kupercepat dan kutambah ciuman mesra ke bibir
kemaluannya yang harum, “Cup… cupp,” kelihatannya ia hampir mencapai
puncak karena kemaluannya memerah dan banjir.
“Sshh… aahh… oohhh Yaangg… aku keluarrr…” erangnya menahan kenikmatan yang luar biasa.
Benar juga cairan kemaluannya membanjir menebar bau yang khas. Hemm enak, aku masih saja menjilatinya dengan penuh nafsu.
“Aduhhh… hhh… Sayang, aku udah nihh…” katanya lemas.
“Ma, aku masih konak nih…” kataku meminta.
Langsung saja tanganku ditariknya dan mendudukkanku di atas perutnya,
batang kemaluanku yang masih tegang menantang belum mendapat jatahnya.
Langsung saja Ema mengambil lotion “Tabir Surya” dan mengolesinya ke
batang kemaluanku dan ke dadanya yang montok, dan ia segera mengapitkan
kedua gunung geulis-nya agar merapat. Ia mengambil lagi lotion itu, dan
mengusapkan ke kemaluanku, “Ahhhh…” aku pun hanya merem-melek. Kemudian
ia menarik batang kemaluanku di antara jepitan gunung kembarnya. Wahh…
nikmat juga rasanya, aku pun memaju-mundurkan pantatku layaknya orang
yang sedang bersetubuh.
“Bagaimana rasanya sayang…” tanyanya manja dan memandangku sinis.
“Aahhh… mmmm… ssss nikmat sayang…” ia pun tertawa kecil.
Ia merapatkan lagi gunungnya sehingga rasanya semakin nikmat saja.
“Uuahhh… nikkmattt sayangg…!” erangku.
Ia hanya tersenyum melihat mukaku yang merah dan terengah menahan nikmat.
“Rasain… habis kamu nakal sih…” katanya.
“Tapi lebih… nikmat memekmu sayang.”
“Hush…” katanya.
Gerakanku semakin cepat, aku ingin segera mencapai puncak yang nikmat.
“Uuhhh… uhhh… mmm… arghh…” erangku tertahan.
Tak lama aku merasa hampir keluar.
“Sayy… aku hampir nyampe nihh…” desahku.
“Keluarin aja Ndra… pasti nikmatt…”
Tak lama batang kemaluanku berdenyut dan…
“Crottt… crutt…”
“Uuahhh… hemmm… ssshh!” nikmat sekali rasanya.
Spermaku memancar dengan deras dan banyak.
“Ooohh…” gumamku.
Spermaku memancar membasahi leher Ema yang jenjang dan mengena juga janggut dan bibirnya.
“Ihhh… baunya aneh ya..”
Ia mencoba membersihkan cairan kental itu dengan tangannya, aku pun
turun dari atas tubuhnya. “Aahhh… nikmat Sayang…” tapi dalam hatiku aku
belum puas jika belum menjebol liang kemaluan Ema. Ema pun segera
membersihkan maniku yang belepotan.
“Iihhh… kok kayak gini sih?” tanyanya penuh selidik.
“Itu namanya cairan kenikmatan sayang…” jawabku enteng.
“Ooo…” katanya pura-pura tahu.
“Habis bercinta enaknya berenang yuk?” ajaknya.
“OK,” kataku.
Ema pun segera berpakaian renang dan aku juga. Setelah siap kami pun
keluar kamar, wah ternyata di luar sepi sudah tidak ada orang lagi,
padahal masih menunjukkan pukul 2:00 siang. Ternyata lama juga kami
bercinta. “Byurrr…” kami berdua pun mencebur dan berenang, aku yang
sudah terkuras kejantanannya semenjak kemarin malam segera ketepi dan
hanya melihat Ema berenang. Gerakan renangnya yang bagai ikan duyung,
dibalut baju renangnya yang seksi serta kulitnya yang putih mulus,
membangkitkan lagi gairahku. Terbesit di pikiranku untuk bercinta di
kolam renang, kebetulan tidak ada orang dan petugas jaganya jauh.
“Ema sini sayang…!” panggilku.
“OK… ada apa Ndra?”
Ia berenang mendekat ke arahku, aku pun masuk ke air, aku langsung memeluknya dan mencium bibirnya dengan ganas.
“Kamu membuatku nggak tahan sayang…” kataku.
Untung saja kolam renangnya tidak dalam sehingga bisa enak kami
bercinta. “Ughhh…” desahnya agak terkejut, ia pun membalas ciumanku. Aku
tidak melucuti pakaian renangnya, aku cuma menyibakkan sedikit cawat
bawahnya sehingga liang kemaluannya kelihatan. Uhhh, kelihatan
menggairahkan sekali kemaluannya di dalam air yang jernih itu. Dengan
ganas aku menciumi bibirnya yang basah serta meremas lembut dadanya yang
terbalut baju renang yang tipis itu. Ema kelihatan sangat cantik dan
segar dengan badan dan rambut yang basah terurai.
“Ahhh… sayang… nanti kelihatan orang,” katanya khawatir.
“Tenang Sayang… tak ada yang melihat kita begini…” kataku.
“Baiklah… Ndra kubuat kamu ‘KO’ di kolam,” tantangnya.
Ia langsung memelorotkan celana renangku, batang kemaluanku yang sudah
tegang pun menyembul dan kelihatan asyik di dalam air. Ema mengocok
kemaluanku di dalam air. “Mmm…” geli dan sejuk rasanya. Tanpa menunggu
lama lagi aku ingin memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya.
“Ema… kumasukin yah?”
Ema pun tanpa ragu menganggukkan kepala tanda setuju.
“Baik Sayang…”
Kudekap erat tubuhnya agar dekat, ternyata Ema sudah membimbing batang kemaluanku masuk ke lubang kemaluannya.
“Argghh…” ia menyeringai ketika kepala kemaluanku menyentuh bibir kemaluannya.
Aku pun segera mengangkat Ema ke pinggir kolam dan kubaringkan dia,
kutekuk lututnya sehingga lubang kemaluannya kelihatan menganga.
“Siap Sayang…”
Aku mulai memasukkan sedikit.
“Uhhhh…” padahal baru kepalanya saja yang masuk.
“Aahhh.. Sayang, punyamu terlalu besarr…”
Aku pun segera menekan lagi dan akhirnya “Blesss…” seluruhnya bisa masuk.
“Uhhh… ahhh… mmmhhh,” erangnya menahan gesekanku.
“Sshhh… ssss, enak kan Sayyy…” kataku terengah.
“Huuff… uhhh… ayoo terus Ssayy… ennnakk…”
Terdengar bunyi yang tak asing lagi, “Crep.. crepp… sslepp…” asyik
kedengarannya, aku semakin giat memompanya. Kemudian aku ingin ganti
posisi, aku suruh Ema menungging.
“Ayolah Sayang… puaskan aku…”
Ia pun menungging dengan seksinya, terlihat lubang kemaluannya merekah,
menarik untuk ditusuk. “Sleppp…” batang kemaluanku kumasukkan.
“Ahhh.. ssss… ahhh…” desahnya penuh kenikmatan.
Nafasnya semakin memburu.
“Huff… ehhh… mmm…” aku terengah.
Kupercepat gerakanku, “Slep… slep.. slep.. slep…”
“Ahhh… Ssayangg… bentar lagi aku nyampe nihh…” kataku terburu.
“Aakuu… jugaa…”
Himpitan liang kemaluan Ema yang kencang dan basah membuat maniku tak
kuasa lagi untuk keluar, dan akhirnya Ema pun mencapai puncaknya.
“Ooohhh… akuu lagi Sayanggg…”
Cairan kemaluannya pun membanjir, hal ini semakin membuatku juga tidak tahan.
“Aaahhh… aku juga Sayangg!” erangku penuh kenikmatan.
“Cepat cabut… keluarin di luarr…!” sergahnya.
Dengan cepat segera kucabut kemaluanku, Ema pun tanggap ia pun memegangnya dan mengocoknya dengan cepat.
“Aauuhhh! nikmattt!”
“Crut…” spermaku pun keluar.
“Eerghhh… ahh…” tapi sedikit, maklum terforsir.
“Aahh… kok sedikit Sayanggg…” katanya meledek.
“Eemmhh… ah… habis nih cairanku…”
Aku pun lemah tak berdaya dan ia pun berbaring di pangkuanku. Aku
mengelus rambutnya yang basah, kukecup keningnya, “Cup! I love you
Sayang…”
Sejak itulah kami sering melakukannya, baik di mobil maupun pada di
sebuah gubuk di hutan kala kami berburu bersama. Dalam hatiku aku
berkata, gadis pemijatlah yang membuatku jadi begini, membuatku menjadi
begini, membuatku menjadi “bercinta”. Yah…!
TAMAT