Thursday 2 February 2012

cheat Pb 2 februari 2012

                 hotkeys dll lihat waktu aktifin cheat nya.

download      cheat Pb 2 februari 2012

seks pembantu

Kisah ini kembali terulang ketika keluarga gw membutuhkan seorang pembantu lagi. Kebetulan saat itu mbak Dian menganjurkan agar keponakannya Rini yang bekerja disini, membantu keluarga ini. Mungkin menurut ortu gw dari pada susah susah cari kesana kesini, gak pa pa lah menerima tawaran Dian ini. Lagian dia juga sudah cukup lama berkerja pada keluarga ini. Mungkin malah menjadi pembantu kepercayaan keluarga kami ini.
Akhirnya ortu menyetujui atas penawaran ini dan mengijinkan keponakannya untuk datang ke Jakarta dan tinggal bersama dalam keluarga ini.
Didalam pikiran gw gak ada hal yang akan menarik perhatian gw kalau melihat keponakannya. “Paling paling anaknya hitam, gendut, trus jorok.
Mendingan sama bibinya aja lebih enak kemutannya.” Pikir gw dalam hati. Sebelum kedatangan keponakannya yang bernama Rini, hampir setiap malam kalau anggota keluarga gw sudah tidur lelap. Maka pelan pelan gw ke kamar belakang yang memang di sediakan keluarga untuk kamar tidur pembantu.
Pelan pelan namun pasti gw buka pintu kamarnya, yang memang gw tahu mbak Dian gak pernah kunci pintu kamarnya semenjak kejadian itu. Ternyata mbak Dian tidur dengan kaki mengangkang seperti wanita yang ingin melahirkan. Bagaimanapun juga setiap gw liat selangkangannya yang di halus gak di tumbuhi sehelai rambutpun juga. Bentuknya gemuk montok, dengan sedikit daging kecil yang sering disebut klitoris sedikit mencuat antara belahan vagina yang montok mengiurkan kejantanan gw.
Perlahan lahan gw usap permukaan vagina mbak Dian yang montok itu, sekali kali gw sisipin jari tengah gw tepat ditengah vaginanya dan gw gesek gesekan hingga terkadang menyentuh klitorisnya. Desahan demi desahan akhirnya menyadarkan mbak Dian dari tidurnya yang lelap.
“mmmm….sssshh…..oooohh, Donn… kok gak bangun mbak sih. Padahal mbak dari tadi tungguin kamu, sampai mbak ketiduran.” Ucap mbak Dian sama gw setelah sadar bahwa vaginanya disodok sodok jari nakal gw. Tapi mbak Dian gak mau kalah, tanpa diminta mbak Dian tahu apa yang gw paling suka.
Dengan sigap dia menurunkan celana pendek serta celana dalam gue hingga dengkul, karena kejantanan gw sudah mengeras dan menegang dari tadi.
Mbak Dian langsung mengenggam batang kejantanan gw yang paling ia kagumi semenjak kejadian waktu itu.
Dijilat jilat dengan sangat lembut kepala kejantanan gw, seakan memanjakan kejantanan gw yang nantinya akan memberikan kenikmatan yang sebentar lagi ia rasakan. Tak sesenti pun kejantanan gw yang gak tersapu oleh lidahnya yang mahir itu. Dikemut kemut kantong pelir gw dengan gemasnya yang terkadang menimbulkan bunyi bunyi “plok.. plok”. Mbak Dian pun gak sungkan sungkan menjilat lubang dubur gw. Kenikmatan yang mbak Dian berikan sangat diluar perkiraan gw malam itu.
“Mbak….uuuh. enak banget mbak. Trus mbak nikmatin kont*l saya mbak.” Guyam gw yang udah dilanda kenikmatan yang sekarang menjalar.
Semakin ganas mbak Dian menghisap kont*l gw yang masuk keluar mulutnya, ke kanan kiri sisi mulutnya yang mengesek susunan giginya. Kenikmatan yang terasa sangat gak bisa gw ceritain, ngilu. Hingga akhirnya pangkal unjung kont*l gw terasa ingin keluar.
“Mbak… Donny mau keluar nih…” sambil gw tahan kont*l gw didalam mulutnya, akhirnya gw muncratin semua sperma didalam mulut mungil mbak Dian yang berbibir tipis itu.
“Croot… croot… Ohhh… nikmat banget mbak mulut mbak ini, gak kalah sama mem*k mbak Dian. Namun kali ini mbak Dian tanpa ada penolakan, menerima muncratan sperma gw didalam mulutnya. Menelan habis sperma yang ada didalam mulutnya hingga tak tersisa.
Membersihkan sisa sperma yang meleleh dari lubang kencing gw. Tak tersisa setetespun sperma yang menempel di batang kont*l gw. Bagaikan wanita yang kehausan di tengah padang gurun sahara, mbak Dian menyapu seluruh batang kont*l gw yang teralirkan sperma yang sempat meleleh keluar dari lubang kencing gw.
Lalu dengan lemas aku menindih tubuhnya dan berguling ke sisinya. Merebahkan tubuh gw yang sudah lunglai itu dalam kenikmatan yang baru tadi gue rasakan.
“Donn… mem*k mbak blom dapet jatah… mbak masih pengen nih, nikmatin sodokan punya kamu yang berurat panjang besar membengkak itu menyanggah di dalam mem*k mbak….” pinta mbak Dian sambil memelas. Mengharapkan agar gw mau memberikannya kenikmatan yang pernah ia rasakan sebelumnya.
“Tenang aja mbak… mbak pasti dapat kenikmatan yang lebih dari pada sebelumnya, karena punya saya lagi lemes, jadi sekarang mbak isep lagi. Terserak mbak pokoknya bikin adik saya yang perkasa ini bangun kembali. Oke.”
Tanpa kembali menjawab perintah gw. Dengan cekatan layaknya budak seks. Mbak Dian menambil posisi kepalanya tepat di atas kont*l gw, kembali mbak Dian menghisap hisap. Berharap keperkasaan gw bangun kembali. Segala upaya ia lakukan, tak luput juga rambut halus yang tumbuh mengelilingi batang kont*l gw itu dia hisap hingga basah lembab oleh air ludahnya.
Memang gw akuin kemahiran pembantu gw yang satu ini hebat sekali dalam memanjakan kont*l gw didalam mulutnya yang seksi ini. Alhasil kejantanan gw kembali mencuat dan mengeras untuk siap bertempur kembali.
Lalu gw juga gak mau lama lama seperti ini. Gw juga mau merasakan kembali kont*l gw ini menerobos masuk ke dalam mem*knya yang montok gemuk itu. Mengaduk ngaduk isi mem*knya.
Gw memberi aba aba untuk memulai ke tahap yang mbak Dian paling suka. Dengan posisi women on top, mbak Dian mengenggam batang kont*l gue. Menuntun menyentuh mem*knya yang dari setadi sudah basah. kont*l gw di gesek gesek terlebih dahulu di bibir permukaan mem*knya. Menyentuh, mengesek dan membelah bibir mem*knya yang menggemaskan.
Perlahan kont*l gw menerobos bibir mem*knya yang montok itu. Perlahan lahan kont*l gw seluruhnya terbenam didalam liang kenikmatannya. Goyangan pinggulnya mbak dian membuat gw nikmat banget. Semakin lama semakin membara pinggul yang dihiasi bongkahan pantat semok itu bergoyang mempermainkan kont*l gw yang terbenam didalam mem*knya.
“uh… Donn. Punya kamu perkasa banget sih. Nikmat banget….” dengan mimik muka yang merem melek menikmati hujaman kont*l gw ke dalam liang senggamanya.
“mem*k mbak Dian juga gak kalah enaknya. Bisa pijit pijit punya saya… mem*k mbak di apain sih… kok enak banget.”
“Ih… mau tahu aja. Gak penting diapain. Yang penting kenikmatan yang diberikan sama mem*k mbak sama kamu Donn….” sahut mbak Dian sambil mencubit pentil tetek gw.
“Donn… ooohh…. Donn…. mbak mmmmauu kluuuuaaarr… ooohh.” Ujar mbak Dian sambil mendahakkan kepalanya ke atas, berteriak karena mencapai puncak dari kenikmatannya. Dengan lunglai mbak Dian ambruk merebahkan tubunya yang telanjang tepat di atas badan gw. Untung saja posisi kamar mbak Dian jauh dari kamar kamar saudara dan ortu gw. Takutnya teriakan tadi membangunkan mereka dan menangkap basah persetubuhan antara pembantu dengan anak majikannya. Gak kebayang deh jadinya kayak apa.
Lalu karena gw belum mencapai kenikmatan ini, maka dengan menyuruh mbak Dian mengangkatkan pantatnya sedikit tanpa harus mengeluarkan batang kont*l gw dari dalam liang kenikmatannya. Masih dengan posisi women on top. Kembali kini gue yang menyodok nyodok mem*knya dengan bringas. Sekarang gw gak perduli suara yang keluar dari mulut mbak Dian dalam setiap sodokan demi sodokan yang gw hantam kedalam mem*knya itu.
“Donn…. kamu kuat banget Donn… aaah… uuuhhh… ssshhhh…. ooohhh…” erangan demi erangan keluar silih berganti bersama dengan keringat yang semakin mengucur di sekujur badan gw dan mbak Dian.
“Truuuus… Donn… sodok trusss mem*k mbak Doooonn. Jangan perduliin hantam truuuss.” Erangan mbak Dian yang memerintah semakin membuat darah muda gw semakin panas membara. Sekaligus semakin membuat gw terangsang.
“Suka saya ent*t yah mbak… kont*l saya enak’kan… hhmmm.” Tanya gw memancing birahinya untuk semakin meningkat lagi.
“hhhhhmmmm… suka….sssshhh… banget Donn. Suka banget.” Kembali erangannya yang tertahan itu terdengar bersama dengan nafasnya yang menderu dera karena nafsu birahinya kembali memuncak.
“Bilang kalau mbak Dian adalah budak seks Donny.” Perintah gw.
“Mbak budak seks kamu Donn, mbak rela meskipun kamu perkosa waktu itu…. Ohhhh… nikmatnya kont*l kamu ini Donn.”
Semakin kencang kont*l gw ent*tin mem*knya mbak Dian. Mungkin seusai pertempuran ranjang ini mem*knya mbak Dian lecet lecet karena sodokan kont*l gw yang tak henti hentinya memberikan ruang untuk istirahat.
Merasa sebentar lagi akan keluar, maka gw balikkan posisi tubuh mbak Dian dibawah tanpa harus mengeluarkan kont*l yang sudah tertanam rapi didalam mem*knya. Gw peluk dia trus gw balikin tubuhnya kembali ke posisi normal orang melakukan hubungan badan.
Gw buka lebar lebar selangkangan mbak Dian dan kembali memompa mem*k mbak Dian. Terdengar suara suara yang terjadi karena beradunya dua kelamin berlainan jenis. “plok… plok…” semakin kencang terdengar dan semakin cepat daya sodokan yang gw hantam ke dalam liang vaginanya. Terasa sekali bila dalam posisi seperti ini, kont*l gw seperti menyentuh hingga rahimnya. Setiap di ujung hujangan yang gw berikan. Maka erangan mbak Dian yang tertahan itu mengeras.
Sampai saatnya terasa kembali denyut denyutan yang semula gw rasakan, namun kali ini denyut itu semakin hebat. Seakan telah di ujung helm surga gw. Gw tahan gak mau permainan ini cepat cepat usai. Setiap mau mencapai puncaknya. Gw pendam dalam dalam kont*l gw di dalam lubang senggamanya mbak Dian. Dan kejadian itu terus saya lakukan dengan mbak dian ketika ada kesempatan untuk melakukan nya lagi.



ngentot mantan pacar

Sepulang sekolah kurasakan suasana yang sepi di rumahku. Satu persatu nomor telepon teman kusambung dan tiada yang ada di rumah. Sesaat kucoba telepon mantan pacarku, ternyata ada, dan kucoba satunya lagi dan ternyata juga ada. Kuajak mereka janjian ke rumahku.
Sejam telah berlalu. Mereka berdua akhirnya datang. Suasana sepi rumah hilang. Akhirnya kami saling bercanda. Rian dan Anto adalah mantanku dan kami awalnya teman yang cukup akrab dan suka berkumpul bersama. Sebenarnya masih ada perasaan suka di hatiku terhadap mereka. Rasanya kurindu akan suasana dulu. Kami mulai bercanda dan duduk bersamaan. Rian memang mantanku yang agresif. Terkadang ia memegang tanganku dan juga merangkulku. Anto melihat reaksi Rian tampaknya ia tak mau kalah. Hal yang sama pun ia lakukan.
Mungkin karena mereka mantanku maka aku tidak canggung. Sebenarnya aku menyukai sentuhan-sentuhan mereka. Tahap demi tahap kejadian pun terlewati. Kadang Aku dipeluk Rian dan kadang Aku dipelukan Anto. Aku pun tak mau kalah, kebetulan Anto saat itu diam dan kupeluk ia dari belakang. “Rin, itu kamu empuk ya,” sahut Anto sambil menggoyangkan punggungnya yang tertempel dadaku sehingga bergesekan. Kurasakan nyilu dan nikmat di putingku, dan membuatku terdiam sesaat. Kemudian,
“Masa, sori Nto.. tapi enak ya,” ucapku sambil bercanda.
“Kayak gitu nggak enak, yang enak kayak ini,” perlahan Rian menarikku dan perlahan kulepaskan Anto.
Rian memelukku, tangannya kurasakan menyentuh dadaku dan mengusap-usapnya lalu meremas-remas.
Sesaat kuterdiam menahan nafas dan agak terkaget dengan sentuhan Rian. Kurasakan putingku mengeras dan menegang membuat aliran darahku terangsang keseluruh tubuh. Rasanya nyilu dan nikmat membuat seluruh tubuhku merinding dan lemas. Perlahan mengalir ketonjolan didekat saluran kencingku. Kemudian kurasakan bibir vagina dan anusku berdenyut-denyut. Kusadari aku terangsang. Untung Rian tak menyentuh selangkanganku. “Udah yan, lepasin tangannya dong!” ucapku sambil kedua tanganku melepaskan kedua tangan Rian dari dadaku. Walaupun sebenarnya kusuka, tapi kutolak karena aku terangsang. Kurasakan sebuah bibir mencium kupingku. Mataku melirik ke arah wajah tersebut dan kulihat sekilas wajah Anto. Sesaat kuterdiam kembali. Nikmat di dalam darahku mengalir kembali. Bibir Anto kemudian melumat daun telingaku. Kurasakan nikmat dan lembut mulut Anto dan membuatku tidak dapat mengelak dan menolak. Perlahan lidah Anto menjulur masuk ke lubang telingaku. “Aaahh..” hanya itu yang bisa kuucapkan. Daguku terangkat tinggi. Kurasakan putingku mengeras dan menegang menjadi sensitif. Kurasakan nyilu dan nikmat di putingku.
Tampaknya Rian tak mau kalah. Segera tangannya meremas-remas dadaku. Perlahan kurasakan mulut Rian melumat bibirku. Lidahnya menjilati semua yang ada di mulutku. Aku hanya bisa terdiam tak bergerak, kurasakan pikiranku melayang jauh. Birahiku mengalir di dalam darahku. Tubuhku semakin sensitif dan haus akan sentuhan. Terlintas di pikiranku berharap mendapatkan yang lebih lagi. Kurasakan buaian tangan Anto di pahaku sehingga membuat daerah sensitif di selangkanganku semakin menjadi. Kurasakan rokku perlahan diangkat Anto. Tangannya mengelus-elus pahaku dari daerah paha luar, dalam dan sampai di belahan selangkanganku.
Terlintas di pikiranku bahaya bila pembantuku melihat kejadian ini. Perlahan kulepaskan bibirku dari bibir Rian. Dengan suara yang tegang dan gemetar akhirnya dapat kuucapkan,
“Udah dong..! Jangan ya, nanti pembantuku ngeliat.”
Akhirnya mereka berhenti.
“Sorry ya Rin, aku kangen ama kamu,” ucap Anto.
“Aku juga, maaf ya.. abis tubuh kamu bagus nggak kayak pacar gua sekarang,” sahut Rian sambil salah satu tangannya mengelus dadaku.
“Nggak apa-apa aku juga, kita ke atas yuk!” ucapku.
Lalu kami bergegas pindah ke atas.
Selesai naik tangga ternyata Rian langsung memelukku sambil berjalan. Kedua tangannya menggerayangi buah dadaku. Kurasakan putingku menegang nyilu yang nikmat. Birahi mengalir dalam darahku membuatku terangsang. Kemudian kami bertiga duduk. Dan tak lama kemudian tubuhku kali ini dirangkul oleh Anto. Tangannya mengelus dan meraba pahaku, kemudian perlahan menyusup di rokku. Tak lama kemudian celana dalamku yang membentuk belahan kemaluanku terlihat jelas. Tangannya bergerak dari bagian paha luar, dalam, dan selangkanganku. Terasa bibir vaginaku berdenyut dan sensitif. Sebenarnya tanpa mereka sadari aku sedang menikmati kejadian ini dan aku terangsang. Aku berusaha menyembunyikan perasaan ini.
“Rina.. Paha kamu mulus.. putih.. kulit kamu lembut ya,” sahut Anto dengan kedua tangan yang menikmati tubuhku. Sesaat kemudian kurasakan tangan Rian mendekap salah satu buah dadaku yang sedang terangsang. Sesaat nafasku tertahan kemudian batinku terdiam. Kurasakan nikmat di dadaku. Putingku sedang dialiri darah birahi. Perlahan daguku terangkat tinggi. Akhirnya nafasku berburu.
Tampaknya Rian dan Anto tahu bila aku terangsang. Tanpa basa basi lagi mereka melakukan permainan selanjutnya. Perlahan tangan Rian yang mendekap dadaku turun dan menyusup kaosku. Kurasakan tangan Rian menyentuh kulit perutku dan menyusup sampai mendekap dadaku yang tertutup BH dan kemudian meremas-remas. Daguku terangkat tinggi. Kemudian bibir Rian kurasakan mengecup dan mencuimi leherku. Mataku terpejam dan kugigit lembut bibir bawahku.
“Oouuhh..” dengan pelan desahan itu keluar dari mulutku. Semakin kukeluarkan suara dari mulut maka semakin mereka menjadi. Kurasakan tali BH-ku terlepas dan BH-ku mengendor. Entah siapa yang melakukannya. Kurasakan tangan Rian mendekap dadaku secara langsung. “Aahh,” kurasakan. Dadaku diremas-remas lagi dan kemudian kedua putingku dimainkan oleh Rian. Nikmatnya!
Perlahan BH dan kaosku diangkat. Udara pun menyentuh putingku langsung dan merangsang tubuhku. Celana dalamku dibuka Anto. Kaos dan BH-ku dilepas Rian. Rokku tidak ketinggalan. Pakaian yang menyelimuti tubuhku berserakan entah berada dimana.
Akhirnya tiada sehelai kainpun di tubuh ini. Semakin tubuhku polos semakin buaian udara merangsang tubuhku. Rasanya tubuh ini ingin dinikmati. Perlahan tangan Anto membuat kakiku mengangkang lebar. Rasanya buaian angin merangsang paha dalam dan daerah kemaluanku dan membuatku berharap untuk mendapatkan kenikmatan. Kurasakan bibir Anto menyentuh dan mengecup bibir vaginaku. Daguku terus terangkat tinggi dan dadaku reflek membusung seakan menyodorkan diri. Kurasakan seperti ada setrum yang mengalir dari bibir vagina ke seluruh tubuh.
“Oouuhh..” dengan panjang kuucapkan. Kurasakan tangan Rian meremas dadaku dan memainkan putingku. Ah, dua titik sensitifku terangsang. Dengan reflek dadaku kubusungkan sesampai-sampainya. Tampaknya Rian tidak diam melihatku begini. Segera ia menghisap salah satu putingku lagi. Ah, sekarang ketiga titik sensitifku terangsang. Kurasakan jari-jari Anto perlahan masuk ke liang vaginaku. Lalu keluar lagi dan akhirnya keluar masuk dengan cepat dan serakah. Kurasakan birahiku melayang dan terangsang membuatku pasrah dan menikmati cara mereka yang sedang menikmati tubuhku. Kuarasakan kemaluanku basah. Anusku juga terkena air yang mengalir. Tampaknya Anto mengetahui hal ini. Perlahan salah satu jarinya masuk ke anusku. Semakin lama anusku licin dan jari Anto dapat keluar masuk mudah. Akhirnya jari-jari Anto keluar masuk dikedua liang tubuhku. Nikmat kurasakan dan entah mengapa semakin kusodorkan kedua liangku ke arahnya. Bibir Anto menikmati daerah pinggang dan perutku. Aah, seperti listrik mengalir dalam darahku dan juga daerah daerah tubuhku yang mereka sentuh.
Akhirnya kuterbaring dan kulihat Anto melepaskan celananya. Kulihat miliknya terhunus dan ia tujukan ke liang vaginaku. Kurasakan sentuhan miliknya di bibir vaginaku. Perlahan-lahan masuk. Dagu dan dadaku terangkat tinggi. “Aaahh..” kuucapkan sambil akhirnya milik Anto menancap dalam di liang vaginaku. Kemudian ia keluar-masukkan. Kurasakan gesekan milik Anto keluar masuk. Nikmat rasanya sampai-sampai anusku berdenyut-denyut. Mataku setengah terpejam dan kadang-kadang tubuhku goyang karena tak tahan merasakan nikmat. Sekilas terlihat Rian melepaskan celananya. Kulihat miliknya lalu ia tempelkan ke mulutku. Kurasakan di bibirku dan tampaknya aku menyukainya. Perlahan miliknya dimasukkan ke dalam mulutku. Entah mengapa mulutku terangsang. Lalu kudekap milik Rian dengan tanganku. Kuayun-ayunkan dan kuhisap dengan mulutku. Kurasakan seluk beluknya dan kunikmati dengan lidah dan mulutku. Kujilat, kuhisap, kutelan dan seterusnya.
Beberapa saat kemudian kurubah posisiku jadi mengungging. Dengan begini mulutku dapat menikmati milik Rian yang terhunus. Perlahan kurasakan kenikmatan yang berbeda. Milik Anto perlahan ia cabut dari liang vaginaku dan kemudian ia hunuskan ke anusku yang kurasakan berdenyut-denyut nikmat. Perlahan ia masukkan ke anusku yang sudah terangsang, basah dan longgar karena jemarinya. Akhirnya tertancap dalam dan ia keluar masukkan dengan pelan. Karena sudah licin maka ia keluar-masukkan dengan cepat dan akhirnya menyembur cairan di liang anusku.
“Ouuhh..” kuucapkan sambil menikmati semburan yang Anto keluarkan. Setelah itu Anto mendiamkan miliknya diam tertancap. Sesaat kemudian ia mainkan lagi. Anusku sangat licin karena cairannya. Kadang ia keluarkan dulu dan kemudian dia tancapkan lagi. Tampaknya ia sengaja. Karena setiap tancapan aku mendesah karena merasakan nikmat.
Beberapa saat kemudian kurasakan banyak cairan yang menyembur dari milik Rian. Karena kubenar-benar terangsang maka kurasakan nikmat. Lalu kutelan dan entah mengapa malah membuatku tambah terangsang. Setelah habis kulepaskan hisapanku. Rian terdiam. Anto menarik pundakku. Sehingga ia dapat memelukku dari belakang. Tangannya meraba-raba dadaku.
Kurasakan ia berdiri dan aku tergantung di miliknya yang menancap. Kulihat Rian menghampiriku lagi. Kurasakan miliknya ia tancapkan ke liang vaginaku. Ah, aku diapit. Kurasakan kedua liangku mereka masuki. Dan akhirnya kami sama-sama sampai puncak dan puas.
Suasana rumah yang sepi sangat merangsang kami. Kemudian aku ajak mereka ke kamarku. Di sana tubuhku mereka nikmati lagi dan lagi. Aku pun menikmatinya juga. Karena gairah kami yang tinggi maka kami lakukan berulang-ulang. Sampai disaat kuhisap milik mereka dan tiada cairan yang mereka keluarkan di mulutku dan liangku. Kurasakan tak ada semburan.
Karena sudah malam akhirnya kami jalan keluar bertiga. Kami jalan-jalan dengan mobilku yang kaca filmnya hampir 100%. Kami main di utara Jakarta. Kemudian kami buat mobil goyang sampai jam 04:00 pagi. Tentu kami melakukan istirahat. Dan kami keluar dan balik jam 04:00 lebih. Tampaknya gairah seumur kami memang fit. Anto dan Rian bergiliran menyetir. Dan diperjalanan tiada sehelai kainpun di tubuhku. Kondisi kaca mobil yang memungkinkan sehingga selepas dari mojok aku pun masih bercinta dengan mereka. Sampai-sampai penjaga karcis pun tidak melihat tubuh polosku. Diperjalanan aku duduk di belakang dan mereka bergiliran bercinta denganku. Mungkin karena tubuhku yang lebih unggul dari cewek-cewek lain jadi mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang jarang ini. Dan mereka terus menikmati tubuhku.

pemuas nafsu adik ku

Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk di bangku perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada di kampungnya, masih dengan mudah dihitung dengan jari orang-orang yang telah duduk di bangku perguruan tinggi. Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat sederhana dan rata-rata berada digaris kemiskinan. Selain itu jarak antara perguruan tinggi yang ada sangat jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil angkot minimal lima kali, itu juga dengan bantuan kendaraan roda dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar. Namun semua itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Arie bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
“Arie..” sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan beberapa pakaian untuk dibawa ke kota. Ini ada surat dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah surat yang mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena Tuan Budiman dan Arie sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Arie memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah surat kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Arie sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Arie yang sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana. Menurut ibu Arie, Oomnya telah berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di bajunya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Arie kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
“Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu,” jawab satpam yang bernama Asep.
“Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?”
“Bapak Budiman yang mana Dik,” tegas satpam Asep, karena melihat suatu keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.
“Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya Arie menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga belum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
“Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,” tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.
“Adik ini siapa,” tanya satpam kepada Arie, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
“Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang.”
“Keponakan,” tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di kota Bandung. “Arie.. Apa masih ingat sama Bapak,” kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
“Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak,” kata Arie sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, “Saya yang dulu sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur kurang lebih lima tahun.”
Arie jadi bingung, “Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun.”
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru berumur 35 tahun.
“Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tidak dapat menemani Dik Arie karena harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan dulu,” sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang sedikit kecewa karena ketakutan akan tempat tinggal. Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, “Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada masalah,” tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan uang sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi dengan penampilannya yang mengunakan rok mini. Keberadaan Arie sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah yang gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Arie dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan ia segaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah sampai-sampai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum untuk Arie.
“Tante sudah menunggu dari tadi Arie,” bisiknya sambil menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat datang.
“Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa”, lanjut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.
“Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk.”
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala pertanyaan Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Yuni,” kata Tante Rani sambil membawa Arie ke ruang tengah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni. Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung bergembira karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjakan sendiri. “Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak.” Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Arie. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh hati pada Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Arie memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Yuni berhadapan dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri. Arie semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Arie kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta dengannya.
Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam kemaluan Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mininya melorot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu. Arie menelah ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah meminta Arie untuk terus merabanya.
Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil berkata, “Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante,” Tante Rani hanya berkata, “Arie, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan, masa Arie tidak kasihan sama Tante.” Tangan Tante Rani dengan berani membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar. Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada perlawanan, akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat Arie jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila ada PR yang sulit Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada saat itu Yuni mendapatkan kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie. Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan itu. Arie keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Dengan jelas Yuni melihat batang kemaluan Arie yang mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Yuni membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil berkata, “Mangkanya, kalau masuk kamar ketok pintu dulu,” goda Arie sambil menggunakan celana pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang sangat putih dan berbulu-bulu kecil. “Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie sudah pake celana yah,” tanya Yuni.
“Belum,” jawab Arie menggoda Yuni.
“Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong Kak Arie mengerjakan PR,” rengek Yuni sambil tangan kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang kemaluannya untuk diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil berkata, “Ini apa Kak, kok kenyal.” Mendapat rabaan itu batang kemaluan Arie semakin menengang dan dalam pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan badannya. Arie kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan terlihat Arie sudah memakai celana pendek. “Nah, gitu dong pake celana,” kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang menempel di susu kecil Yuni. “Udah dong meluknya,” rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal yang biasa tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam memeluk Yuni, Yuni tidak merasakan apa-apa mungkin karena Yuni masih anak ingusan yang badannya saja yang bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar tapi Arie segaja memilih itu karena Yuni sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan memang seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada saat itu Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Yuni bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Arie dan Yuni.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Yuni yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin menjadi ketika batang kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Arie menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul Yuni sering bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie naik turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus bermanja-manja dengan Arie yang terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Arie semakin kalang kabut ketika Yuni mengerak-gerakkan badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tidak sadar Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus oleh CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie semakin bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah.”
Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni tepat menempel di batang kemaluan Arie. Dalam keadaan itu Yuni hanya mendekap Arie sambil terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Arie sambil terus merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni yang masih terbungkus CD warna Putih. Pantat Yuni terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Arie semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti itu batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Yuni manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak ini belum tahu apa- apa tentang masalah seks. Memang Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun. “Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi Arie dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Arie sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha Arie.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak tahan dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni. Ketika Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan terus melihat ke wajah Arie, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Arie,” sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung memeluk Arie erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah Arie. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Yuni berkata, “Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan.” Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap mau di peluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Arie bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang barusan saya lakukan,” guman Arie dalam hati sambil terus memengang batang kemaluannya. Arie berusaha menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu tegang. “Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang.”
Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Arie yang terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa Yuni.
Ketegangan batang kemaluan Arie terus bertambah besar tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Arie keluar kamar sambil membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
“Kamu kenapa belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Arie.
“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Arie yang sudah sangat terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Arie.”
“Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu,” jawab Arie sambil terus menahan gejolak nafsunya yang sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin menegang tidak tentu arah.
“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Arie mengisi perbincangan.
“Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
“Kamu kenapa Arie,” tanya Tante Rani yang melihat wajah Arie keluar keringat dingin.
“Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek,” balas Arie sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Arie semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar.” Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan dulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan. Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Arie. Astri terus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai. Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang kejantanan Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara, kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi dengan liang senggama Astri terasa cukup lancar karena ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat tubuh Arie semakin Panas dingin, entah sudah berapa menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Arie yang sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya.
“Tante, kapan Tante datang”, suara Arie perlahan karena takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat yang tadi diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal paha Arie dengan posisi pipi kanannya menyentuh batang kemaluan Arie yang sudah menegang.
“Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante ini, juga kena marah.” Tante Rani memberikan nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada diantara kedua selangkangan Arie terus digesek-gesek ke batang kemaluan Arie. “Tante tahu kamu sekarang sudah besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi kamu pura-pura tidak mau,” goda Tante Rani, “Dan kamu sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip kemesraan Pak Dadi,” nasehat-nasehat itu terus terlontar dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya digesek-gesekkan pada batang kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar batas kemanusiaan. “Tante jangan gitu dong, nanti saya jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai tahu.” Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah tersenyum, “Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak memberitahunya.”
Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga daster yang menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi bulu-bulu yang sudah dicukur rapi sehingga terlihat seperti kemaluan gadis seumur Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani. Tapi batinnya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa disadari tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar sehingga kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus memainkan batang kemaluan Arie dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang. “Aduh punya kamu ternyata besar juga,” bisik Tante Rani mesra sambil terus memainkan batang kejantanan Arie dengan kedua tangannya. “Masa kamu tega sama Tante dengan tidak memberikan reaksi apa pun Riee,” bisik Tante Rani dengan nafas yang berat. Mendengar ejekan itu hati Arie semakin berontak dan rasanya ingin menelan tubuh molek di depannya bulat-bulat dan membuktikan pada tantenya itu bahwa saya sebetulnya bisa lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah telah mengulum batang kemaluan Arie dengan liarnya dan terlihat badan Tante Rani seperti orang yang tersengat setrum ribuan volt. “Ayoo doong Riee, masa kamu akan menyiksa Tante dengan begini… ayo dong gerakin tanganmu.” Kata-kata itu terlontar sebanyak tiga kali. Sehingga tangan Arie semakin berani menyentuh pantatnya yang terbuka. Dengan sedikit malu-malu tapi ingin karena sudah sejak tadi batang kemaluan Ari menegang. Arie mulai meraba-saba pantatnya dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti itu, Tante Rani terus semakin menggila dan terus mengulum kepuyaan Arie dengan penuh nafsu yang sudah lama dipendam. Sedotan bibir Tante Rani yang merekah itu seperti mencari sesuatu di dalam batang kemaluan Arie. Mendapat serangan yang sangat berapi-api itu akhirnya Arie memutar kaki kirinya ke atas sehingga posisi Arie dan tantenya seperti huruf T.
Tangan Arie semakin berani mengusap-usap pinggul tantenya yang tersingkap dengan jelas. Daster tantenya yang sudah berada di atas pinggulnya dan kemaluan tantenya dengan lincah menjepit bantal kecil sofa itu. “Ahkkk, nikmat..” Tantenya mengerang sambil terus merapatkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu sambil menghentikan sementara waktu kulumannya. Ketika ia merasakan akan orgasme. “Arie… Tante sudah tidak tahan lagi nich..” diiringi dengan sedotan yang dilakukan oleh tantenya itu karena tantenya ternyata sangat mahir dalam mengulum batang kemaluannya sementara tangannya dengan aktif mempermainkan sisi-sisi batang kemaluan Arie sehingga Arie dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante nikmat sekalii…” erang tantenya semakin menjadi-jadi. Hampir tiga kali Tante Rani merintih sambil mengerang. “Aduuh Rieee.. terus tekan-tekan pantat Tante..” desah Tante Rani sambil terus menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke bantal kecil itu. Arie meraba kemaluan tantenya, ternyata kemaluan Tante Rani sudah basah oleh cairan-cairan yang keluar dari liang kewanitaannya. “Ariee… nah itu terus Riee.. terus..” erang Tante Rani sambil tidak henti-hentinya mengulum batang kemaluan Arie.
“Kamu kok kuat sekali Riee,” bisik tante rRni dengan nafas yang terengah-engah sambil terus mengulum batang kemaluan Arie. Tante Rani setengah tidak percaya dengan kuluman yang dilakukannya karena belum mampu membuat Arie keluar sperma. Arie berguman, “Belum tahu dia, ini belum seberapa. Tante pasti sudah keluar lebih dari empat kali terbukti dengan bantal yang digunakan untuk mengganjal liang kewanitaannya basah dengan cairan yang keluar seperti air hujan yang sangat deras.”
Melihat batang kemaluan Arie yang masih tegak Tante Rani semakin bernafsu, ia langsung bangkit dari posisi telungkup dengan berdiri sambil berusaha membuka baju Arie yang masih melekat di badannya. “Buka yaa Sayang bajunya,” pinta Tante Rani sambil membuka baju Arie perlahan namun pasti. Setelah baju Arie terbuka, Tante Rani membuka juga celana pendek Arie agar posisinya tidak terganggu.
Lalu Tante Rani membuka dasternya dengan kedua tangannya, ia sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di depan Arie. Melihat dua gunung yang telah merekah oleh gesekan sofa dan liang kewanitaan tantenya yang merah ranum akibat gesekan bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia tidak membayangkan ternyata tantenya mempunyai tubuh yang indah. Ditambah lagi ia sangat terampil dalam memainkan batang kemaluan laki-laki.
Masih dengan posisi duduk, tantenya sekarang ada di atas permadani dan ia langsung menghisap kembali batang kemaluan Arie sambil tangannya bergantian meraba-raba sisi batang kemaluan Arie dan terus mengulumnya seperti anak kecil yang baru mendapatkan permen dengan penuh gairah. Dengan bantuan payudaranya yang besar, Tante Rani menggesek-gesek payudaranya di belahan batang kemaluan Arie. Dengan keadaan itu Arie mengerang kuat sambil berkata, “Aduh Tante.. terus Tante..” Mendengar erangan Arie, Tante Rani tersenyum dan langsung mempercepat gesekannya. Melihat Arie yang akan keluar, Tante Rani dengan cepat merubah posisi semula dengan mengulum batang kemaluan dengan sangat liar. Sehingga warna batang kemaluan Arie menjadi kemerah-merahan dan di dalam batang kemaluannya ada denyutan-denyutan yang sangat tidak teratur. Arie menahan nikmat yang tiada tara sambil berkata, “Terus Tante.. terus Tante..”, Dan Arie pun mendekap kepala tantenya agar masuk ke dalam batang kemaluannya dan semprotan yang maha dahsyat keluar di dalam mulut Tante Rani yang merekah. Mendapatkan semburan lahar panas itu, Tante Rani kegirangan dan langsung menelannya dan menjilat semua yang ada di dalam batang kemaluan Arie yang membuat Arie meraung-raung kenikmatan. Terlihat dengan jelas tantenya memang sudah berpengalaman karena bila sperma sudah keluar dan batang kemaluan itu tetap disedotnya maka akan semakin nikmat dan semakin membuat badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin menjadi-jadi dengan terus menyedot batang kemaluan Arie sampai keluar bunyi slurp…, slurp…, akibat sedotannya. Setelah puas menjilat sisa-sisa mani yang menempel di batang kemaluan Arie, lalu Tante Rani kembali mengulum batang kejantanan Arie dengan mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie yang masih memberikan perlawanan, Tante Rani bangkit sambil berkata, “Gila kamu Rieee.. kamu masih menantang tantemu ini yaah.. Tante sudah keluar hampir empat kali kamu masih menantangnya.” Mendengar tantangan itu, Arie hanya tersenyum saja dan terlihat Tante Rani mendekat ke hadapan Arie sambil mengarahkan liang kewanitaannya untuk melahap batang kemaluan Arie. Sebelum memasukkan batang kemaluan Arie ke liang kewanitaannya, Tante Rani terlebih dahulu memberikan ciuman yang sangat mesra dan Arie pun membalasnya dengan hangat. Saling pagut terjadi untuk yang kedua kalinya, lidah mereka saling bersatu dan saling menyedot. Tante Rani semakin tergila-gila sehingga liang kewanitaannya yang tadinya menempel di atas batang kemaluan Arie sekarang tergeser ke belangkang sehingga batang kemaluan Arie tergesek-gesek oleh liang kewanitaannya yang telah basah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie mengerang kenikmatan. “Aduuh Tante…” sambil melepaskan pagutan yang telah berjalan cukup lama. “Clepp…” suara yang keluar dari beradunya dua surga dunia itu, perlahan namun pasti Tante Rani mendorongnya masuk ke lembah surganya. Dorongan itu perlahan-lahan membuat seluruh urat nadi Arie bergetar. Mata Tante Rani dipejamkan sambil terus mendorong pantatnya ke bawah sehingga liang kewanitaan Tante Rani telah berhasil menelan semua batang kemaluan Arie. Tante Rani pun terlihat menahan nikmat yang tiada tara.
“Arieee…” rintihan Tante Rani semakin menjadi ketika liang senggamanya telah melahap semua batang kemaluan Arie. Tante Rani diam untuk beberapa saat sambil menikmati batang kemaluan Arie yang sudah terkubur di dalam liang kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat lagi… Sayang..” desah Tante Rani sambil menggerakan-gerakkan pantatnya ke samping kiri dan kanan. Mulut tantenya terus mengaduh, mengomel sambil terus pantatnya digeser ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan permainan itu Arie mendesir, “Aduh Tante… terus Tante..” mendengar itu Tante Rani terus menggeser-geserkan pantatnya. Di dalam liang senggama tantenya ada tarik-menarik antara batang kemaluan Arie dan liang kewanitaan tantenya yang sangat kuat, mengikat batang kemaluan Arie dengan liang senggama Tante Rani. Kuatnya tarikan itu dimungkinkan karena ukuran batang kemaluan Arie jauh lebih besar bila dibandingkan dengan milik Om Budiman.
Goyangan pantatnya semakin liar dan Arie mendekap tubuh tantenya dengan mengikuti gerakannya yang sangat liar itu. Kucuran keringat telah berhamburan dan beradunya pantat Tante Rani dengan paha Arie menimbulkan bunyi yang sangat menggairahkan, “Prut.. prat.. pret..” Tangan Arie merangkul tantenya dengan erat. Pergerakan mereka semakin liar dan semakin membuat saling mengerang kenikmatan entah berapa kali Tante Rani mengucurkan cairan di dalam liang kewanitaannya yang terhalang oleh batang kemaluan Arie. Tante Rani mengerang kenikmatan yang tiada taranya dan puncak dari kenikmatan itu kami rasakan ketika Tante Rani berkata di dekat telingan Arie. “Arieee…” suara Tante Rani bergetar, “Kamu kalau mau keluar, kita keluarnya bareng-bareng yaaah”. “Iya Tante…” jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie merasakan akan keluar dan tantenya mengetahui, “Kamu mau keluar yaaa.” Arie merangkul Tante Rani dengan kuatnya tetapi kedua pantatnya masih terus menusuk-nusuk liang kewanitaan Tantenya, begitu juga dengan Tante Rani rangkulanya tidak membuat ia melupakan gigitannya terhadap batang kemaluan Arie. Sambil terus merapatkan rangkulan. Suara Arie keluar dengan keras, “Tanteee.. Tanteee..” dan begitu juga Tante Rani mengerang keras, “Rieee…”. Sambil keduanya berusaha mengencangkan rangkulannya dan merapatkan batang kemaluan dan liang kewanitaannya sehingga betul-betul rapat membuat hampir biji batang kemaluan Arie masuk ke dalam liang senggama Tante Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani diam sesaat menikmati semburan lahar panas yang beradu di dalam liang sorga Tante Rani. Masih dalam posisi Tante Rani duduk di pangkuan Arie. Tante Rani tersenyum, “Kamu hebat Arie seperti kuda binal dan ternyata kepunyaan kamu lebih besar dari suaminya dan sangat menggairahkan.”
“Kamu sebetulnya sudah tahu keinginan Tante dari dulu ya, tapi kamu berusaha mengelaknya yaa..” goda Tante Rani. Arie hanya tersenyum di goda begitu. Tante Rani lalu mencium kening Arie. Kurang lebih Lima menit batang kemaluan Arie yang sudah mengeluarkan lahar panas bersemayam di liang kewanitaan Tante Rani, lalu Tante Rani bangkit sambil melihat batang kemaluan Arie. Melihat batang kemaluan Arie yang mengecil, Tante Rani tersenyum gembira karena dalam pikirannya bila batang kemaluannya masih berdiri maka ia harus terus berusaha membuat batang kemaluan Arie tidak berdiri lagi. Untuk menyakinkannya itu, tangan Tante Rani meraba-raba batang kemaluan Arie dan menijit-mijitnya dan ternyata setelah dipijit-pijit batang kemaluan Arie tidak mau berdiri lagi.
“Aduh untung batang kemaluanmu Rieee… tidak hidup lagi,” bisik Tante Rani mesra sambil berdiri di hadapan Arie, “Soalnya kalau masih berdiri, Tante sudah tidak kuat Rieee” lanjutnya sambil tersenyum dan Duduk di sebelah Arie. Sesudah Tante Rani dan Arie berpanutan mereka pun naik ke atas dan masuk kamar-masing-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari tempat tidur karena mungkin sudah kebiasaannya bangun pagi, meskipun badannya ingin tidur tapi matanya terus saja melek. Akhirnya Arie jalan-jalan di taman untuk mengisi kegiatan agar badannya sedikit segar dan selanjutnya badannya dapat diajak untuk tidur kembali karena pada hari itu Arie tidak ada kuliah. Kebiasaan lari pagi yang sering dilakukan diwaktu pagi pada saat itu tidak dilakukannya karena badannya terasa masih lemas akibat pertarungan tadi malam dengan tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju kolam, tidak dibanyangkan sebelumnya ternyata Tante Rani ada di kolam sedang berenang. Tante Rani mengenakan celana renang warna merah dan BH warna merah pula. Melihat kedatangan Arie. Tante Rani mengajaknya berenang. Arie hanya tersenyum dan berkata, “Nggak ah Tante, Saya malas ke atasnya.” Mendapat jawaban itu, Tante Rani hanya tersenyum, soalnya Tante Rani mengetahui Arie tidak menggunakan celana renang. “Sudahlah pakai celana dalam aja,” pinta Tante Rani. Tantenya yang terus meminta Arie untuk berenang. Akhirnya iapun membuka baju dan celana pendeknya yang tinggal melekat hanya celana dalamnya yang berwarna biru.
Celana dalam warna biru menempel rapat menutupi batang kemaluan Arie yang kedinginan. Loncatan yang sangat indah diperlihatkan oleh Arie sambil mendekati Tante Rani, yang malah menjauh dan mengguyurkan air ke wajah Arie. Sehingga di dalam kolam renang itu Tante Rani menjadi kejaran Arie yang ingin membalasnya. Mereka saling mengejar dan saling mencipratkan air seperti anak kecil. Karena kecapaian, akhinya Tante Rani dapat juga tertangkap. Arie langsung memeluknya erat-erat, pelukan Arie membuat Tante Rani tidak dapat lagi menghindar.
“Udah akh Arie.. Tante capek,” seru mesra Tante Rani sambil membalikkan badannya. Arie dan Tante Rani masih berada di dalam genangan kolam renang. “Kamu tidak kuliah Rieee,” tanya Tante Rani. “Tidak,” jawab Arie pendek sambil meraba bukit kemaluan Tante Rani. Terkena rabaan itu Tante Rani malah tersenyum sambil memberikan ciuman yang sangat cepat dan nakal lalu dengan cepatnya ia melepaskan ciuman itu dan pergi menjauhi Arie. Mendapatkan perlakuan itu Arie menjadi semakin menjadi bernafsu dan terus memburu tantenya. Dan pada akhirnya tantenya tertangkap juga. “Sudah ah… Tante sekarang mau ke kantor dulu,” kata Tante Rani sambil sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu meter Tante Rani tertawa geli melihat Arie yang celana dalamnya telah melorot di antara kedua kakinya dengan batang kemaluannya yang sudah bangkit dari tidurnya. “Kamu tidak sadar Arie, celana dalammu sudah ada di bawah lutut..” Mendengar itu Arie langsung mendekati Tante Rani sambil mendekapnya. Tante Rani hanya tersenyum. “Kasihan kamu, adikmu sudah bangun lagi, tapi Tante tidak bisa membantumu karena Tante harus sudah pergi,” kata Tante Rani sambil meraba batang kemaluan Arie yang sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya melongo kaget. “Akhh, Tante masa tidak punya waktu hanya beberapa menit saja,” kata Arie sambil tangannya berusaha membuka celana renang Tante Rani yang berwarna merah. Mendapat perlakuan itu Tante Rani hanya diam dan ia terus mencium Arie sambiil berkata, “Iyaaa deh.. tapi cepat, yaa.. jangan lama-lama, nanti ketahuan orang lain bisa gawat.”
Tante Rani membuka celana renangnya dan memegangnya sambil merangkul Arie. Batang kemaluan Arie langsung masuk ke dalam liang kewanitaan Tante Rani yang sudah dibuka lebar-lebar dengan posisi kedua kakinya menempel di pundak Arie. Beberapa detik kemudian, setelah liang kewanitaan Tante Rani telah melahap semua batang kemaluan Arie dan dirasakannya batang kemaluan Arie sudah menegang. Tante Rani menciumnya dengan cepat dan langsung mendorong Arie sambil pergi dan terseyum manis meninggalkan Arie yang tampak kebingungan dengan batang kemaluannya yang sedang menegang.
Mendapat perlakuan itu Arie menjadi tambah bernafsu kepada Tante Rani, dan ia berjanji kalau ada kesempatan lagi ia akan menghabisinya sampai ia merasa kelelahan. Lalu Arie langsung pergi meninggalkan kolam itu untuk membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung membuka semua bajunya yang menjadi basah itu, ia langsung masuk kamar mandi dan menggosok badan dengan sabun. Ketika akan membersihkan badannya, air yang ada di kamar mandinya ternyata tidak berjalan seperti biasanya. Dan langsung Arie teringat akan keberadaan kamar Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar dengan lilitan handuk yang menempel di tubuhnya. Wajahnya penuh dengan sabun mandi. “Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak Arie sambil mengetuk pintu kamar Yuni. “Masuk Kak Ariee, tidak dikunci.” balas Yuni dari dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih melilitkan badan dengan selimut dengan tangannya yang sedang asyik memainkan kemaluannya. Permainan ini baru didapatkannya ketika ia melihat adegan tadi malam antara kakaknya dengan Arie dan kejadian itu membuat ia merasakan tentang sesuatu yang selama ini diidam-idamkan oleh setiap manusia.
“Ada apa Kak Arie,” kata Yuni sambil terus berpura-pura menutup badannya dengan selimut karena takut ketahuan bahwa dirinya sedang asyik memainkan kemaluannya yang sudah membasah sejak tadi malam karena melihat kejadiaan yang dilakukan kakaknya dengan Arie. “Anu Yuni.. Kakak mau ikut mandi karena kamar mandi Arie airnya tidak keluar.” Memang Yuni melihat dengan jelas bahwa badan Arie dipenuhi oleh sabun tapi yang diperhatikan Yuni bukannya badan tapi Yuni memperhatikan diantara selangkangannya yang kelihatan mencuat.
Iseng-iseng Yuni menanyakan tentang apa yang mengganjalnya dalam lilitan handuk itu. Mendengar pertanyaan itu niat Arie yang akan menerangkan tentang biologi ternyata langsung kesampaian dan Arie pun langsung memperlihatkannya sambil memengang batang kemaluannya, “Ini namanya penis.. Sayang,” kata Arie yang langsung menuju kamar mandi karena melihat Yuni menutup wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie yang sedang menegang itu Yuni membayangkan bila ia mengulumnya seperti yang dilakukan kakaknya. Keringat dingin keluar di sekujur tubuh Yuni yang membayangkan batang kemaluan Arie dan ia ingin sekali seperti yang dilakukan oleh kakaknya juga ia melakukannya. Mata Yuni terus memandang Arie yang sedang mandi sambil tangan terus bergerak mengusap-usap kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah dipuncak kenikmatan, ia mengerang akibat dari permainan tangannya itu telah berhasil dirasakannya .Dengan beraninya Yuni pergi memasuki kamar mandi untuk ikut mandi bersama Arie. Melihat kedatangan Yuni ke kamar mandi, Arie hanya tersenyum. “Kamu juga mau mandi Yun,” kata Arie sambil mencubit pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak kenikmatan itu hanya tersenyum sambil melihat batang kemaluan Arie yang masih mengeras. “Kak boleh nggak Yuni mengelus-elus barang itu,” bisik Yuni sambil menunjuknya dengan jari manisnya. Mendengar permintaan itu Arie langsung tersenyum nakal, ternyata selama ini apa yang diidam-idamkannya akan mendapatkan hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni sekarang mungkin telah mengetahui akan kenikmatan dunia. Tanpa diperintah lagi Arie langsung mendekatkan batang kemaluannya ke tangan Yuni dan menuntun cara mengelus-elusnya. Tangan Yuni yang baru pertama kali meraba kepunyaan laki-laki itu sedikit canggung, tapi ia berusaha meremasnya seperti meremas pisang dengan tenaga yang sangat kuat hingga membuat Arie kesakitan.
“Aduh.. jangan keras-keras dong Yuni, nanti batang kemaluannya patah.” Mendengar itu Yuni menjadi sedikit kaget lalu Ari membatunya untuk memainkan batang kemaluannya dengan lembut. Tangan Yuni dituntunnya untuk meraba batang kemaluan Arie dengan halus lalu batang kemaluan Arie didekatkan ke wajah Yuni agar mengulumnya. Yuni hanya menatapnya tanpa tahu harus berbuat apa. Lalu Arie memerintahkan untuk mengulumnya seperti mengulum ice crem, atau mengulumnya seperti mengulum permen karet. Diperintah tersebut Yuni langsung menurut, mula-mula ia mengulum kepala batang kemaluan Arie lalu Yuni memasukkan semua batang kemaluan Arie ke dalam mulutnya. Tapi belum juga berapa detik Yuni terbatuk-batuk karena kehabisan nafas dan mungkin juga karena nafsunya terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni mengulum lagi batang kemaluan Arie tanpa diperintah sambil pinggul Yuni bergoyang menyentuh kaki Arie. Melihat kejadian itu Arie akhirnya menghentikan kuluman Yuni dan langsung mengangkat Yuni dan membawanya ke ranjang yang ada di samping kamar mandi. Sesampainya di pinggir ranjang, dengan hangat Yuni dipeluk oleh Arie dan Yuni pun membalas pelukan Arie. Bibir Yuni yang polos tanpa liptik dicium Arie dengan penuh kehangatan dan kelembutan. Dicium dengan penuh kehangatan itu Yuni untuk beberapa saat terdiam seperti patung tapi akhirnya naluri seksnya keluar juga, ia mengikuti apa yang dicium oleh Arie. Bila Arie menjulurkan lidahnya maka Yuni pun sama menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Arie. Dengan permainan itu Yuni sangat menikmatinya apalagi Arie yang bisa dikatakan telah dilatih oleh kakaknya yang telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar suara yang keras karena kehabisan nafas. “Pek.. pek..” suara bibir Yuni mengeluarkan suara yang membuat Arie semakin terangsang. Mendengar suara itu Arie tersenyum sambil terus memagutnya. Tangan Arie dengan terampil telah membuka daster putih yang dipakai Yuni. Dengan gerakan yang sangat halus, Arie menuntun Yuni agar duduk di pinggir ranjang dan Yuni pun mengetahui keinginan Arie itu. Bibir Yuni yang telah berubah warna menjadi merah terus dipagut Arie dengan posisi Yuni tertindih oleh Arie. Tangan Yuni terus merangkul Arie sambil bukit kemaluannya menggesek-gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga kini Yuni berada di atas tubuh Arie, dengan perlahan tangan Arie membuka BH putih yang masih melekat di tubuh Yuni. Setelah berhasil membuka BH yang dikenakan Yuni, Arie pun membuka CD putih yang membungkus bukit kemaluan Yuni dilanjutkan menggesek-gesekkan sekenanya. Erangan panjang keluar dari mulut Yuni. “Auuu…” sambil mendekap Arie keras-keras. Melihat itu Arie semakin bersemangat. Setelah Arie berhasil membuka semua pakaian yang dikenakan Yuni, terlihat Yuni sedikit tenang iapun kembali membalikkan Yuni sehingga ia sekarang berada di atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan bibirnya ia melanjutkan pagutannya ke bukit kemaluan Yuni yang telah terbuka dengan bebas. Dipandanginya bukit kemaluan Yuni yang kecil tapi penuh tantangan yang baru ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang kecil-kecil. Kaki Yuni direnggangkan oleh Arie. Pagutan Arie beganti pada bibir kecil kepunyaan Yuni. Pantat Yuni terangkat dengan sendirinya ketika bibir Arie mengulum bukit kemaluan kecilnya yang telah basah oleh cairan. Harum bukit kemaluan perawan membuat batang kemaluan Arie semakin ingin langsung masuk ke sarangnya tapi Arie kasihan melihat Yuni karena kemaluannya belum juga merekah. Jilatan bibir Arie yang mengenai klitoris Yuni membuat Yuni menjepit wajah Arie. Semburan panas keluar dari bibir bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya menggeliat dan menahan rasa nikmat yang baru pertama kali didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini sudah waktunya, ditambah lagi batang kemaluannya yang sudah telalu lama menengang. Arie menarik tubuh Yuni agar pantatnya pas tepat di pinggir ranjang. Kaki Yuni menyentuh lantai dan Arie berdiri diantara kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang sudah tidak menggunakan apa-apa lagi ditambah dengan pemandangan bukit kemaluan Yuni yang sempit tapi basah oleh cairan yang keluar dari bibir kecilnya membuat Arie menahan nafas. Arie berdiri, dan batang kemaluannya yang besar itu diarahkan ke bukit kemaluan Yuni. Melihat itu Yuni sedikit kaget dan merasa takut Yuni menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Melihat gejala itu Arie hanya tersenyum dan ia sedikit lebih melebarkan paha Yuni sehingga klitorisnya terlihat dengan jelas. Ia menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Yuni. Sambil menggesek-gesek batang kemaluan, Arie kembali mendekap Yuni sambil membuka tangannya yang menutupi wajahnya. Melihat Arie yang membuka tangannya, Yuni langsung merangkulnya dan mencium bibir Arie. Pagutan pun kembali terjadi, bibir Yuni dengan lahapnya terus memagut bibir Arie. Suara erangan kembali keluar lagi dari mulut Yuni. “Aduhh… Kaak…” erang Yuni sambil merangkul tubuh Arie dengan keras. Arie meraba-raba bukit kemaluan Yuni dengan batang kemaluannya setelah yakin akan lubang kemaluan Yuni, Arie mendorongnya perlahan dan ketika kepala kejantanan Arie masuk ke liang senggama Yuni. Yuni mengerang kesakitan, “Kak.. aduh sakit, Kak…”
Mendengar rintihan itu, Arie membiarkan kepala kemaluannya ada di dalam liang senggama Yuni dan Arie terus memberikan pagutannya. Kuluman bibir Yuni dan Arie pun berjalan lagi. Dada Arie yang besar terus digesek-gesekkan ke payudara Yuni yang sudah mengeras. Yuni yang menahan rasa sakit yang telah bercampur dengan rasa nikmat akhirnya mengangkat kakinya tinggi-tinggi untuk menghilangkan rasa sakit di liang senggamanya dan itu ternyata membantunya dan sekarang menjadi tambah nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar baru masuk ke liang kewanitaan Yuni, tapi jepitan liang kemaluan Yuni begitu keras dirasakan oleh batang kemaluan Arie. Sambil mencium telinga kiri Yuni, Arie kembali berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang senggama Yuni. “Aduh.. aduh.. aduh.. Kak,” Mendengar rintihan itu Arie berkata kepada Yuni. “Kamu sakit Yuni,” bisik Arie di telinga Yuni. “Nggak tahu Kaak ini bukan seperti sakit biasa, sakit tapi nikmat..”
Mendengar penjelasan itu, Arie terus memasukkan batang kemaluannya sehingga sekarang kepala kemaluannya sudah masuk semua ke dalam liang senggama Yuni. Batang kemaluan Arie sudah masuk ke liang senggama Yuni hampir setengahnya. Batang kemaluannya sudah ditelan oleh liang kemaluan Yuni, kaki Yuni semakin diangkat dan tertumpang di punggung Arie. Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar sambil merangkul Arie dengan kuat. “Aduhhh…” dan cairan hangat keluar dari bibir kemaluan Yuni, Arie dapat merasakan hal itu melalui kepala kemaluannya yang tertancap di bukit kemaluan Yuni. Lipatan paha Yuni telah terguyur oleh keringat yang keluar dari tubuh mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam bukit kemaluan itu, Arie lalu memasukkan semua batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Yuni. Dengan satu kali hentakan. “Preeet…” Yuni melotot menahan kesakitan yang bercampur dengan kenikmatan yang tidak mungkin didapatkan selain dengan Arie. “Auh.. auh.. auh..” suara itu keluar dari mulut kecil Yuni setelah seluruh batang kejantanan Arie berada di dalam lembah kenikmatan Yuni. “Kak, Badan Yuni sesak, sulit bernafas,” kata Yuni sambil menahan rasa nikmat yang tiada taranya. Mendengar itu lalu Arie membalikkan tubuh Yuni agar ia berada di atas Ari. Mendapatkan posisi itu Yuni seperti pasrah dan tidak melakukan gerakan apapun selain mendekap tubuh Arie sambil meraung-raung kenikmatan yang tiada taranya yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang lebih lima menit. “Yuni, sekarang bagaimana badanmu,” kata Arie yang melihat Yuni sekarang sudah mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dengan pelan-pelan. “Udah agak enakan Kak,” balas Yuni sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Mendapatkan serangan itu Arie langsung mengikuti gerakan goyangan itu dan goyangan Arie dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan tercipta di antara selangkangan Yuni dan Arie. Sambil menggoyangkan pantatnya, mulut Yuni tetap mengaduh, “Aduhhh…” Merasakan nikmat yang telah menyebar ke seluruh badannya. Tanpa disadari sebelumnya oleh Arie. Yuni dengan ganasnya menggoyang-gonyangkan pantatnya ke samping dan ke kiri membuat Arie kewalahan ditambah lagi kuatnya jepitan bukit kemaluan Yuni yang semakin menjepit seperti tang yang sedang mencepit paku agar paku itu putus. Beberapa menit kemudian Arie memeluk badan Yuni dengan eratnya dan batang kemaluannya berusaha ditekan ke atas membuat pantat Yuni terangkat. Semburan panas pun masuk ke bukit kemaluan Yuni yang kecil itu. Mendapat semburan panas yang sangat kencang, Yuni mendesis kenikmatan sambil mengeram, “Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang beberapa menit Arie diam sambil memeluk Yuni yang masih dengan aktif menggerak-gerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan dengan tempo yang sangat lambat. Setelah badannya merasa sudah agak baik, Arie membalikkan tubuh Yuni sehingga sekarang tubuh Yuni berada di bawah Arie. Batang kemaluan Arie masih menancap keras di lembah kemaluan Yuni meskipun sudah mengeluarkan sperma yang banyak. Lalu kaki Yuni diangkat oleh Arie dan disilangkan di pinggul. Arie mengeluarkan batang kemaluannya yang ada di dalam liang senggama Yuni. Mendapat hal itu mata Yuni tertutup sambil membolak-balikkan kepala ke kiri dan ke kanan lalu dengan perlahan memasukkan lagi batang kemaluannya ke dalam liang senggama Yuni, turun naik batang kemaluan Arie di dalam liang perawan Yuni membuat Yuni beberapa kali mengerang dan menahan rasa sakit yang bercampur dengan nikmatnya dunia. Tarikan bukit kemaluan Yuni yang tadinya kencang pelan- pelan berkurang seiring dengan berkurangnya tenaga yang terkuras habis dan selanjutnya Arie mengerang-erang sambil memeluk tubuh Yuni dan Yuni pun sama mengeluarkan erangan yang begitu panjang, keduanya sedang mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil menikmati semburan lahar panas dan keluarnya sperma dalam batang kemaluan Arie dan Yuni pun sama menikmati lahar panas yang ada dilembah kenikmatannya. Kurang lebih lima menit, Arie memeluk Yuni tanpa adanya gerakan begitu juga Yuni hanya memeluk Arie. Dirasakan oleh Arie bahwa batang kemaluannya mengecil di dalam liang kemaluan Yuni dan setelah merasa batang kemaluannya betul-betul mengecil Arie menjatuhkan tubuhnya di samping Yuni. Arie mencium kening Yuni. Yuni membalasnya dengan rintihan penyesalan, seharusnya Arie bertanggung jawab atas hilangnya perawan yang dimiliki Yuni.
Mendengar itu Arie hanya tersenyum karena memang selama ini Arie mendambakan istri seperti Yuni ditambah lagi ia mengetahui bila hidup dengan Yuni maka ia akan mendapatkan segalanya. Arie mengucapkan selamat bobo kepada Yuni yang langsung tertidur kecapaian dan Arie langsung keluar dari kamar Yuni setelah Arie menggunakan pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya tantenya sedang dalam keadaan menungging mengambil sesuatu. Terlihat dengan jelas celana merah muda yang dipakai tantenya. Tante Rani dibuat kaget karena Arie langsung meraba liang kewanitaannya yang terbungkus CD merah muda sambil menegurnya. “Tante sudah pulang,” tanya Arie. Sambil melepaskan rabaan tangannya di liang kewanitaan tantenya. Lalu Arie membuka kulkas untuk mencari air putih. “Iya, Tante hanya sebentar kok. Soalnya Tante kasihan dengan burung kamu yang tadi Tante tinggalkan dalam keadaan menantang,” jawab Tante Rani sambil tersenyum. “Bagaimana sekarang Arie burungnya, sudah mendapatkan sarang yang baru ya..” Mendapat ejekan itu, Arie langsung kaget. “Ah Tante, mau cari sangkar di mana,” jawab Arie mengelak. “Arie kamu jangan mengelak, Tante tau kok.. kamu sudah mendapatkan sarang yang baru jadi kamu harus bertanggung jawab. Kalau tidak kamu akan Tante laporkan sama Oom dan kedua orang tuanmu bahwa kamu telah bermain gila bersama Yuni dan Tante.”
Mendengar itu, Arie langsung diam dan ia akan menikahi Yuni seperti yang dijanjikanya. Mendengar hal itu Tante Rani tersenyum dan memberikan kecupan yang mesra kepada Arie sambil meraba batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat untuk berdiri. Melihat batang kemaluan Arie yang sudah tidak kuat berdiri itu Tante Rani tersenyum. “Pasti adikku dibuatnya KO sama kamu yaa… Buktinya burung kamu tidak mau berdiri,” goda Tante Rani. “Ahh nggak Tante, biasa saja kok.”
Tante Rani meninggalkan Arie, sambil mewanti-wanti agar menikahi adiknya. Akhirnya pernikahan Yuni dengan Arie dilakukan dengan pernikahan dibawah tangan atau pernikahan secara agama tetapi dengan tanpa melalui KUA karena Yuni masih dibawah umur.





ngentot bersama sopir

Malam itu aku sendirian di rumah, ayahku sedang di kantor sedangkan ibuku sedang ikut seminar yang ada hanya aku dan sopirku yang sekaligus sebagai pembantu di rumahku. Nama sopirku Toni, usianya 35 tahun dan ia sudah menikah tetapi istrinya tinggal di kota lain.
Aku merasakan kecapekan setelah seharian aku jalan-jalan dan aku ingin sekali tidur tetapi entah mengapa aku tidak bisa memejamkan mataku ini lalu aku mempunyai ide untuk menelepon temanku Dita untuk aku ajak ngobrol melalui telepon. Telepon Dita angkat awalnya kami ngobrol biasa saja tetapi tidak tahu kenapa tiba-tiba Dita nafasnya memburu dan terdengar teriakan-teriakan juga suara seorang cowok yang seperti suara pacar Dita. Aku hanya memdengar suara-suara teriakan kesakitan tetapi juga seperti merasakan sesuatu kenikmatan dan teleponpun terputus dengan sendirinya.
Pikiranku melayang kemana-mana dan aku mulai memikirkan tentang seseorang yang sedang berhubungan badan. Aku semakin terangasang setelah mendengar suara Dita juga khayalanku sendiri dan akupun membuka kaos ketatku, bra, serta celana dalam aku meremas payudaraku dan memasukkan jariku ke vaginaku. Aku kocok vaginaku hingga aku pun menyapai orgasme ditempat tidur, aku merasa puas dan akupun memakai bajuku lalu merencanakan untuk pergi makan.
Aku cari sopirku kemana-mana tetapi tidak ada hingga aku temukan dia dikamar tidurnya, dia tertidur pulas dengan hanya mengunakan kaos tanpa lengan dan sarung. Aku mau membangunkan dia tetapi melihat dia tertidur pulas akupun mengurungkan niatku untuk membangunkan dia, kasihan dia kecapekan setelah mengantar aku seharian jalan-jalan pikirku.
Sebelum aku meninggalkan kamarnya mataku tiba-tiba tertuju pada tonjolan yang ada dibalik sarungnya sehingga membuat aku ingin mengetahui bagaimana wujud tonjolan itu. Aku beranikan diri untuk melihat tonjolan itu dari bawah lalu aku singkapkan sarungnya secara perlahan, aku terkejut melihatnya karena dia tidak memakai celana dalam sehinnga aku bisa melihat dengan leluasa penis yang agak berdiri dan membuat aku ingin memegang, mengelus, dan mengulumnya.
Aku ingin sekali memegangnya tetapi aku takut sopirku nanti terbangun dan dia akan marah terhadapku, dengan tangan yang gemetaran juga dingin dan jantung yang berdetak kencang aku beranikan diri untuk memegangnya. Aku singkapkan sarungnya lebih keatas dan akupun mulai memegangnya, terasa hangat dan membuat tanganku yang tadinya dingin menjadi hangat.
Aku semakin tertarik untuk menikmatinya lagi, aku elus berkali-kali penisnya hingga berdiri dan semakin panjang penis itu. Jantungku semakin berdetak kencang tetapi keinginanku untuk melakukan yang lebih lagi juga semakin besar maka ku putuskan untuk mencoba mengulumnya. Ku jilati serta memberikan gigitan kecil pada buah pelirnya yang berwarna kecoklatan hingga membuat aku makin bernafsu dan sedikit demi sedikit aku mulai menuju penis yang telah berdiri.
Aku masukkan secara perlahan terasa hangat yang disertai rasa asin dan masuklah penis itu sampai pada ujung tenggorokanku, aku coba masuk dan keluarkan sehingga membuat tubuhku mengeluarkan keringat yang di ikuti rasa gemetaran. Payudaraku terasa semakin membesar dan mengeras sehingga membuat braku terasa sesak juga vaginaku yang terasa mengeluarkan cairan. Akupun semakin tidak bisa menahan nafsuku yang sudah memuncak lalu aku semakin mempercepat kulumanku sehingga membuat penis sopirku licin karena liurku.
Di saat aku sedang keenakkan melakukan kuluman di penis sopirku tiba-tiba aku terkejut oleh teriakan sopirku dan mencabut penisnya dari mulutku. Dia lalu berdiri dan memarahi aku, dia merasa bersalah pada orang tuaku karena membiarkan aku melakukan hal ini, akupun tidak mau menyerah begitu saja dan karena aku tidak bisa menahan nafsuku lagi yang seperti mau meledak akupun mengancam sopirku dengan mengatakan pada ayahku bahwa aku telah diperkosa sopirku juga akan mengatakan pada istrinya kalau tidak mau melayani kenginanku. Dia ketakutan dan menyerah padaku, akupun tidak menyia-nyiakannya langsung saja aku melepas sarungnya dan aku jongkok didepannya. Kulihat wajah sopirku terlihat wajahnya menampakkan kesedihan tetapi aku tidak mempedulikannya.
Aku tidak peduli bagaimana perasaan sopirku, aku hanya ingin kenikmatan seperti yang telah temanku rasakan. Aku ingin membuat dia agresif terhadapku dan melupakan istrinya sesaat, karena keinginanku itu aku mulai melakukan rangsangan terhadapnya. Kukulum lagi penisnya yang telah lemas tanpa canggung dan takut lagi pada sopirku, kupercepat kulumanku sehingga membuat penisnya kembali berdiri. Aku sangat menikmati penis.
“Ehhmm.. Enak.. Ehmm” dan aku merasa bahagia karena membuat dia mulai terangsang yang mulai menunjukkan ke agresifannya. Sopirku mendesis menikmati kulumanku.
“Ough.. Terus.. Cepat.. Ouh Melda”
Hanya itu saja kata yang keluar dari mulutnya akupun semakin bersemangat dan semakin mempercepat kulumanku. Hingga beberapa kuluman penisnya terasa semakin membesar dan menegang juga disertai denyutan dan dia pun memegang kepalaku juga memcambak rambutku dengan kasar dia semakin memaju mundurkan kepalaku dan akupun semakin bersemangat karena aku tahu dia akan sampai.
“Ouhh.. Ouuhh aku sampai aku sampai Melda ough” dan keluarlah spermanya ke mulutku hingga mulutku tidak muat untuk menampungnya. Spermanya terasa hangat, asin, dan baunya membuat diriku ingin memuntahkan sperma itu dari mulutku tetapi dia menarik kepalaku lalu mencium aku. Ciumannya yang sangat bersemangat kepadaku membuat aku terpakasa untuk menelan spermanya untuk mengimbangi permainan bibir itu.
Aku merasa kerepotan untuk mengimbanginya karena baru kali ini aku dicium oleh cowok, dia terus mencium aku dan tangannya mulai menyelinap masuk ke kaosku. Tangannya menuju ke payudaraku, dia meremas-remasnya sehingga membuat nafasku semakin memburu yang disertai degupan jantung yang cepat. Dia semakin agresif dengan membuka kaos ketatku, rok, bra serta celana dalamku.
Terbukalah sudah apa yang selama ini aku tutupi, aku merasa risih karena baru kali ini aku telanjang dihadapan cowok sehinnga tangankupun secara spontan menutup vaginaku juga payudaraku. Tetapi karena nafsuku yang semakin memuncak maka aku biarkan tubuhku telanjang dan akupun dengan agresif melucuti kaosnya. Sekarang kita benar-benar telanjang bulat, kita saling berhimpitan sehingga penis yang telah mengacung itu menempel pada vaginaku. Aku ingin sekali merasakan penis itu masuk ke vaginaku dan aku telah mencoba memasukannya tetapi tidak bisa, dengan terpaksa aku hanya mengesekkan penisnya ke vaginaku dan itu membuat aku semakin bernafsu.
Setelah dia puas mencium aku dia menurunkan kepalanya menuju kaki, dia menciumi kakiku sampai ke vaginaku. Dia menjilati vaginaku, menyedot vaginaku dan juga memberikan gigitan kecil pada vaginaku sehingga membuat aku tak bisa menahan getaran tubuhku.
Semakin dia mempercepat jilatannya semakin keras pula erangan serta desissan yang keluar dari mulutku. Tanganku berpegangan pada kepalanya dan akupun menekan kepalanya serta mengangkat salah satu kakiku kepundaknya agar bisa semakin masuk ke vaginaku, jilatan dia membuat aku tak bisa lagi menahan tubuhku sendiri. Tubuhku melengkung ke belakang dan kepalaku medongak keatas yang disertai keringat yang semakin mengucur deras.
“Auhh.. Ouhh..”
Dia terus menjilati vaginaku sehingga membuat aku semakin tidak tahan “Ough.. Yes.. Ouugh.. Aku keluar” dan akupun mengalami orgasmeku yang pertama, aku merasa kenikmatan yang luar biasa karena baru kali ini kali mengalami orgasme bersama cowok. Sopirku menghisap-hisap vaginaku hingga terasa kering, nafasku yang tadinya memburu sekarang sudah mulai reda. Aku yang telah mengalami orgasme terasa badanku lemas tetapi sopirku masih saja semangat, dia mengendongku ke tempat tidur dan menjatuhkanku.
Dia bermain di payudaraku yang berukuran sedang putih bersih kemerahan, sopirku mengulum, menyedot, meremas dan juga menggigit-gigit payudaraku. Permainan mulutnya sanggup menaikkan kembali nafsuku, sopirku sangat menikmati payudaraku dan dia selalu memuji payudaraku yang kenyal dan kencang itu. Aku yang ingin kembali menikmati penis sopirku segera aku menggulingkan sopirku disampingku, aku menindihnya dengan vaginaku menghadap ke muka sopirku dan kita pun saling melakukan rangsangan. Aku kembali mengulum penisnya sedangkan dia menjilati vaginaku. Permainan lidahnya yang liar di vaginaku membuat tak kuasa menahan nafsuku yang mau meledak dan dengan segera akupun minta untuk memasukkan penisnya ke vaginaku dan diapun mengijinkannya.
Aku membalikkan badan dan sekarang penis itu tepat di bawah vaginaku, aku memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku tetapi aku tidak bisa memasukkannya terasa sulit walaupun vaginaku telah basah. Penis sopirku seperti tidak mau masuk penisnya selalu ke kanan atau ke kiri. Sopirku pun membantuku, dia memegang penisnya sedangkan tangan satunya menuju vaginaku dan memasukkan jarinya ke vaginaku, akupun terkaget dan berteriak “Ouhh”.
Jarinya maju mundur dan seperti mengaduk vaginaku, sopirkupun mengeluarkan jarinya lalu mencoba memasukkan penisnya ke vaginaku. Secara mengejutkan penis itu masuk dengan mudah, aku terkaget merasakannya lalu berteriak “Auhh.. Ough..”
Dan mataku melotot serta kepalaku mendongak ke atas. Vaginaku terasa penuh dan disertai rasa nyeri yang sangat hebat tetapi sopirku duduk menghiburku dengan menciumku.
Dia menyuruhku naik turun tetapi itu sulit bagiku karena baru yang pertama aku melakukannya, aku mencoba naik turun rasanya nikmat sekali merasakan dua alat kelamin bergesekan tetapi tetap rasa nyeri tetap ada. Akhirnya akupun lancar menaik-turunkan, melihat itu sopirku semangat dia mulai meremas payudaraku dan mulai melakukan gerakan juga. Lama-kelamaan rasa nyeri itu berubah menjadi rasa nikmat tiada duanya dengan cepat aku menaik turunkan. Gesekan itu sangat nikmat ditambah lagi remasan sopirku di payudaraku.
“Uhh.. Aauhh.. Oouughh” aku terus mendesis.
Malam yang sunyi kembali berisik oleh bunyi kocokan serta teriakanku, kulihat sopirku sekali memejamkan mata menikmati kocokanku. Hingga beberapa lama kita tetap pada posisi itu dan akupun merasakan sesuatu yang mau meledak di vaginaku.
“Ouhh.. Ouughh.. Aku sampai” akupun merasakan orgasme yang kedua kali.

Tenaga yang habis membuat aku tidak dapat menahan tubuhku dan akupun rubuh diatas sopirku. Dengan penis yang masih menancap di vaginaku sopirku membalikkanku hingga dia berada diatas, dia kembali mengocok vaginaku yang telah kelelahan dengan semangat yang masih memburu diapun ingin mengalami orgasme maka akupun melayani dia walaupun tenagaku sudah habis.
Sopirku merasa tidak puas dengan posisi dia diatas dan dia meminta aku untuk duduk dipangkuannya dan dia dengan semangat kembali mengocok. Aku yang sudah lemas masih mencoba mengimbagi kocokannya, aku mencoba memaju-mundurkan pantatku walaupun sudah lemas. Dia semakin semangat untuk mengocokku dengan buas dia juga menggigit payudaraku dan itu sangat membuat diriku kembali terangsang.
“Oouuh.. Ouuhh.. Uuhh”
Akupun di buat tidak berdaya dan lagi-lagi aku dibuat orgasme untuk ketiga kalinya.
“Uuhh.. Ouugh.. Kau hebat Toni.. Ouugh”.
Dengan orgasmeku yang ketiga tubuhku semakin lemas tak berdaya, posisi kami tetap duduk dan aku terus saja memuji dia “Kau hebat Toni” kataku.
Sopirku menyuruhku untuk menungging dengan lemas dan antara sadar dan tidak aku masih menurutinya. Dia masih tidak bosan mengerjai vaginaku. Dia masih dengan semangat tetap mengocok serta meremas payudaraku dan kadang-kadang meremas pantat ku. Jarinya juga masuk ke anusku.
“Ouugh.. Ougghh.. Ougghh” kataku semakin menikmati, dengan kasar dia mengocok vaginaku dan juga anusku. Dengan kocokan dari anus dan vagina tubuhku semakin tak karuan dibuatnya.
“Ouuhh.. Ougghh.. Terus Toni”
Tak berselang lama aku merasakan lagi orgasme yang ke empat.
“Oouuhh.. Kau hebat.. Oughh.. Aku aku dapat ough..”
Dan dia pun mengikuti mengalami klimaks dengan sperma yang masih banyak. Semprotan spermanya membuat mataku terbelalak dan aku pun merasakan kenikmatan, spermanya tidak dapat tertampung di vaginaku sehingga jatuh ke sprei. Kitapun terjatuh bersamaan di tempat tidur, sopirku berada disampingku dan dia masih mencium serta meremas pantat dan payudaraku. Setelah nafasku mulai reda akupun langsung keluar dari kamarnya dengan masih telanjang dan berjalan dengan gontai, sopirku pun tertidur lagi.